Posted in fanfiksi indonesia, freelance, sequel, series, Tiffatiffa

[FF Indonesia] Let’s Go Crazy (Part 4)


Let’s Go Crazy

Part 4

lets-go-crazy

Author : Tiffatiffa

Main cast : Jung Yonghwa dan Park Shinhye

Other cast : Im Se Mi, Lee Jonghyun, Kang Minhyuk, Lee Jungshin, dan Cho Kyuhyun.

Editor : Riefa

~~~~~~~~~~

H+11

Suara orang-orang berteriak ketakutan terdengar menggantikan ingar bingar musik EDM dan tawa yang tadi memenuhi seluruh ruangan. Para gadis adalah sumber utamanya. Kebanyakan dari mereka membekap mulut dengan tangannya sendiri. Terkejut. Tak percaya melihat pemandangan yang mereka saksikan. Malam belum juga larut, tapi sudah ada hal tak menyenangkan terjadi di tempat ini. Seorang figur publik yang tak asing tengah membabi buta memukul seorang pria tak dikenal.

Pria itu adalah Jung Yonghwa yang sedang marah karena melihat Shinhye-nya bercumbu dengan pria lain. Ia sangat marah saat tangan pria menjijikkan itu bermain nakal di tubuh indah gadisnya. Lebih marah lagi saat melihat gadis itu tak menolak dan justru terlihat begitu menikmati cumbuan menggairahkan dari sang pria.

Yonghwa tak peduli meski seluruh kerumunan berteriak memintanya berhenti. Bahkan Jonghyun sempat menariknya untuk pergi, tapi Yonghwa yang sedang marah memiliki kekuatan berkali lipat lebih baik dibanding sang mantan atlet judo. Dengan sekali hentakan, ia menepis Jonghyun membuat pria itu tersungkur jatuh.

Yonghwa saat marah memang sangat menakutkan. Tapi Jung Yonghwa yang sangat marah di bawah pengaruh alkohol lebih mengerikan lagi.

Dia benar-benar tak bisa dihentikan oleh apa pun. Oleh siapa pun.

Hyung! Dia bukan Park Shinhye!”

Salah.

Nyatanya suara Minhyuk yang menggema kuat mampu membuat Yonghwa berhenti bergerak. Ia memutar tubuh, menatap heran si pemain drum.

Minhyuk menghela napas dalam lalu melangkah maju hingga berada dekat dengan sang sumber keributan. “Dia bukan Shinhye noona, Hyung. Wanita itu bukan Park Shinhye,” ucapnya pelan. Tangannya menunjuk kepada gadis berambut cokelat sebahu yang tampak menggigil ketakutan memandangi kekasihnya yang habis dipukuli oleh sang bintang rock.

Yonghwa memperhatikan gadis itu saksama. Tentu saja. Bahkan di tengah cahaya yang remang seperti ini, ia bisa mengetahui dengan pasti bahwa gadis itu bukan Park Shinhye. Bukan hanya wajahnya yang berbeda, bahkan postur tubuh mereka tak sama.

Lalu, kenapa ia bisa seperti ini?

“Kau berhalusinasi, Hyung.” Jungshin menjelaskan dengan hati-hati, khawatir sang vokalis band itu bisa saja kembali beringas.

Kekhawatiran pria jangkung tak beralasan karena Yonghwa kini sudah menyadari kekeliruannya. Ia mengembuskan napas kuat dan menutup mata rapat-rapat.

Ia pasti sudah gila.

Ya. Gila.

Bagaimana bisa ia berhalusinasi? Sistem kerja otaknya pasti tak beres. Mengganti wajah gadis tak dikenal itu menjadi tampak seperti Shinhye. Lalu karena melihat ‘Shinhye-nya’ bercumbu mesra dengan pria lainnya, Yonghwa menjadi kehilangan kendali. Membabi buta, menghajar pria tak bersalah–yang adalah kekasih wanita itu–dengan beringas.

Mungkin karena pengaruh wiski yang ditenggak dalam jumlah besar, ia berubah menjadi monster seperti tadi. Tapi menyalahkan minuman dengan kadar alkohol tinggi itu tentu tak bijak. Memang seluruh sistem kerja tubuhnya sedang dalam keadaan tak baik belakangan ini. Mungkin benar saran Jonghyun. Ia harus pergi berlibur menenangkan diri sendiri sebelum dirinya benar-benar menjadi gila.

Atau menemui psikiater.

“Yonghwa, kau harus segera pergi.”

Suara Bruce yang tampak tergesa membuat Yonghwa menyadari keadaan di sekelilingnya. Semua orang berkerumun, berbisik-bisik. Beberapa tampak mengambil gambar dirinya. Tak diragukan, sebentar lagi ia pasti akan menjadi berita utama di setiap situs portal berita.

“Aku akan mengatasi ini semua. Kau segeralah pulang bersama yang lainnya.”

Tak memberi kesempatan apa pun bagi Yonghwa untuk menyela, sang manajer dengan cepat menariknya pergi. Tak peduli meski sang artis mulai terhuyung dan tak sadar sepenuhnya. Bruce berbisik sebentar pada Jonghyun sebelum gitaris handal itu mengambil alih untuk menarik Yonghwa pergi.

Dan seperti tahu kesalahannya, Yonghwa pun tak melawan sama sekali. Pikirannya masih bercampur aduk. Berantakan. Ia bahkan tak sempat berpikir bagaimana Bruce dan beberapa staf FNC lainnya bisa datang ke tempat ini. Ia pun tak ingin memikirkan hal yang akan terjadi esok pagi. Yonghwa tak peduli. Di kepalanya yang sudah penuh itu hanya terisi oleh satu hal.

Park Shinhye.

Satu nama itu saja sudah bisa merusak sistem kerja otaknya. Membuatnya gila dan tersiksa. Membuatnya melakukan hal-hal tak masuk akal. Membuatnya tak bisa lagi membedakan khayal dan kenyataan.

Ia gila.

Dan kegilaan itu bersumber dari dirinya sendiri. Sekarang yang ia terima adalah balasan dari semua ego yang tak berlogika di masa lalu.

 

~~~~~~~~~~

 

“Oh? Ini seperti Jung Yonghwa!”

Shinhye melirik tajam pada stylist pribadinya yang tampak terkejut melihat ke layar ponsel pintar miliknya. Wanita yang sudah lima tahun belakangan selalu menemani Shinhye itu pun segera menutup mulut rapat-rapat saat mendapati gurat tak suka dari sang artis. Satu tangannya memukul pelan bibir yang tanpa sadar mengucapkan kata keramat itu, sementara staf lain yang juga tahu kesalahannya hanya mampu menggeleng prihatin.

Jung Yonghwa.

Nama yang dulu selalu terucap namun kini menjadi tabu untuk disebutkan. Seperti Voldermort dalam kisah Harry Potter. Nama sang vokalis CNBLUE itu telah berubah menjadi ‘dia yang tak boleh diucapkan‘.

“Maaf, aku hanya terlalu terkejut.”

Shinhye melengos. Bersikap seolah tak peduli. Ia kembali fokus pada cermin besar di hadapannya. Saat ini ia tengah berada di ruang tunggu, bersiap untuk acara fansign salah satu brand kosmetik yang dibintanginya. Mood-nya harus tetap terjaga dengan baik. Satu nama itu tak boleh membuat semua pikiran positif yang ia bangun hancur begitu saja.

Tidak Park Shinhye. Kau harus tetap tenang.’

Shinhye terus saja memberi sugesti pada alam bawah sadarnya. Berusaha menghilangkan perasaan tak enak yang tiba-tiba saja datang tatkala mendengar nama itu disebut tanpa sengaja.

Tak berhasil, ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar kecil. Tepat ketika pintu ruangan ditutup, kasak-kusuk segera memenuhi ruang tunggu berukuran 4×5 meter itu. Staf agensi Salt yang menemani Shinhye segera mengerubungi sang stylist. Penasaran karena kehebohan yang tadi ia buat.

“Ada apa?” Salah seorang staf segera menodong dengan pertanyaan utama.

“Lihatlah ini.”

Tanpa memberikan jawaban yang pasti, stylist tersebut menyodorkan ponselnya. Para staf lain segera saja berebut melihat layar ponsel pintar itu. Selang beberapa lama, terdengar decakan terkejut dan tak percaya dari mereka.

Omo? Maksudmu ini Yonghwa?”

“Aku tidak percaya!”

Beberapa orang tampak mengemukakan pandangannya terhadap foto tersebut. Gambar yang sedikit kabur itu menunjukkan potongan kejadian pemukulan terhadap seorang pria. Wajah sang tersangka sendiri tak terlihat. Namun dari caption yang tertulis, nama Jung Yonghwa disebut sebagai tersangka pemukulan.

Suasana tampak sedikit ribut. Setiap orang fokus pada perdebatan kecil mereka hingga tak menyadari bahwa Shinhye sudah kembali dari kamar kecil.

“Jika pria dalam foto ini benar-benar Yonghwa, maka karirnya di dunia hiburan akan benar-benar hancur.” Manajer pribadi Shinhye tiba-tiba menjadi gusar. Biar pun hubungan Yonghwa dan Shinhye sudah berakhir, nyatanya ia masih menganggap Yonghwa sebagai sosok teman sekaligus adik yang baik.

Ehem.”

Suara familier itu membuat semua orang yang berkumpul terlonjak kaget. “Eoh Shinhye, kau sudah kembali?” Salah satu staf wanita bertanya dengan canggung.

Ne.”

Shinhye hanya menjawab sekenanya. Kepalanya sekarang terisi penuh dengan berbagai kekhawatiran yang tiba-tiba datang. Tentang Yonghwa tentu saja. Pembicaraan singkat yang tak sengaja ia dengar tadi membuatnya takut.

Ada apa dengan Yonghwa?’

“Apa?”

Manajer pribadi Shinhye memasang wajah tak percaya untuk gadis itu. Ups. Sepertinya sang bintang baru saja mengucapkan kata hatinya keras-keras hingga seluruh orang bisa mendengar. “Ehem.” Lagi, gadis itu berdehem. Berusaha mengontrol emosi di wajahnya. “Bukankah acaranya akan segera dimulai. Lebih baik kita keluar sekarang.”

Tanpa menunggu balasan dari sang manajer, Shinhye terburu-buru mengambil langkah keluar dari ruang tunggu. Membuat para staf pribadinya mendadak panik dan segera mengejar sang aktris yang belakangan sering bertindak di luar jangkauan.

 

~~~~~~~~~

 

H+12

Yonghwa mengerang pelan sesaat setelah ia membuka mata. Tangannya sebelah kanan ia pakai untuk memijit-mijit pelipis yang terasa berat. Bangun pagi dengan rasa sakit di kepala kini sudah jadi hal biasa untuknya. Hampir setiap hari setelah hubungannya dengan Shinhye kandas, pria itu memilih melupakan rasa sakitnya dengan mabuk. Yonghwa lebih suka mengalami sakit kepala berkepanjangan akibat minuman beralkohol daripada harus tersiksa nyeri hati yang menyiksa.

“Kau sudah bangun?”

Suara milik CEO FNC mau tidak mau membuat Yonghwa bangkit dari tempatnya berbaring. Baru sekarang ia memperhatikan ruangan tempatnya berada. Ini bukan kamar tidurnya. Matanya menangkap dua buah foto CNBLUE, lalu ada seorang pria yang tengah tertawa lebar dengan seekor ikan besar. Tanpa perlu berpikir lama ia tahu ini adalah kamar milik Lee Jonghyun. Entah seberapa mabuk ia semalam hingga saudara sekampung halamannya itu membawa dirinya ke tempatnya.

Ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah ia lakukan kemarin. Pasti ada hal besar yang terjadi hingga pagi ini dirinya terbangun di tempat Jonghyun. Bahkan pemimpin tertinggi agensinya kini sudah berdiri tepat di hadapannya dengan raut menahan amarah.

Tak berhasil mengingat apa pun, Yonghwa memberanikan diri untuk bertanya. “Apa yang sudah terjadi?”

“Kau sama sekali tidak mengingatnya, huh?” Han Seungho mendengus kesal. Baru sekali ini ia benar-benar marah pada Yonghwa. “Kau hampir saja membunuh karirmu sendiri. Kau tahu?”

Yonghwa menyipitkan mata, berusaha kembali menggali ingatan. Lalu tiba-tiba sekelebat bayangan kejadian semalam berputar di otaknya. Tampak rentetan kejadian saat ia tanpa aba-aba mengamuk dan memukuli seorang pria asing dengan membabi buta. Lalu saat semua orang mencoba menghentikannya, ia sama sekali tak mendengar. Hingga akhirnya Minhyuk meneriakan sebuah kalimat yang membuatnya mendadak beku.

Melihat ekspresi Yonghwa yang mulai berubah, Han Seungho kembali bersuara. “Kau mengingatnya sekarang? Hal gila apa yang telah kau lakukan kemarin malam?”

Pemimpin FNC itu berkacak pinggang. Ia mengalihkan pandangannya dari Yonghwa. Selama tujuh tahun berkarir, pentolan CNBLUE itu tak pernah menimbulkan masalah besar untuknya. Tapi belakangan ini, ada-ada saja ulah sang aset utama FNC itu.

Kurang dari satu bulan yang lalu ia harus menyuap seorang jurnalis yang entah bagaimana memiliki foto-foto mesra Yonghwa dengan beberapa gadis. Lalu sekarang ia kembali harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk menutupi kejadian kemarin malam. Nominal yang harus ia keluarkan bahkan berkali lipat lebih banyak dibanding jumlah yang keluar untuk menutupi hubungan Yonghwa dengan Shinhye saat mereka masih bersama. Ah, jika dipikirkan lagi, Han Seungho akan lebih suka mengeluarkan banyak uang untuk hubungan rahasia dari pasangan mantan kekasih itu.

“Ini adalah peringatan pertama dan terakhir dariku. Sekali lagi aku mendengar kau membuat masalah, maka karirmu akan benar-benar hancur,” ancam Han Seungho serius.

Yonghwa tak menganggapi. Ancaman sang pimpinan sama sekali tidak membuatnya takut. Kekosongan hati yang dialami lebih mengerikan daripada kemungkinan kehilangan karir yang selama ini ia bangun.

“Aku ingin berlibur.”

“Apa?”

Alis pria bertubuh agak tambun itu terangkat ke udara. Tak ada kata maaf yang terucap dari bibir Yonghwa, sang bintang justru meminta suatu hal yang tak masuk akal.

“Apa kau benar-benar sudah gila Jung Yonghwa? Album baru kalian harus segera dirilis bulan depan! Dan sekarang kau meminta waktu untuk berlibur? Kau benar-benar ingin menghancurkan karirmu dan CNBLUE?” cecar Han Seungho penuh amarah.

“Aku akan menjadi benar-benar menghancurkan semuanya jika Anda tidak mengabulkan permintaanku.”

“Apa?”

“Aku butuh waktu sendiri!” pekik Yonghwa keras. “Aku benar-benar butuh waktu untuk menjernihkan pikiranku. Jika tidak aku mungkin akan berakhir di rumah sakit jiwa!”

Yonghwa tidak melebih-lebihkan. Ia tahu ada yang tidak beres dengan otaknya saat ini. Bahkan sejak awal ia mengutarakan ide untuk berpisah sementara dengan Shinhye, pria itu seharusnya sadar bahwa dirinya sudah tak waras. Entah karena beban pekerjaan yang menekan, atau mungkin hal lain yang membuatnya mulai memikirkan sesuatu yang tak normal.

Ditambah, saat ini satu-satunya wanita yang bisa membuatnya bertahan sudah benar-benar pergi. Rasanya mustahil bagi Yonghwa untuk bisa tetap berpikir dengan benar. Pikirannya penuh sesak, tak terorganisir. Bahkan ia mulai berhalusinansi seperti kemarin.

Ini pertama kalinya ia sampai seperti itu saat mabuk. Sebelumnya, sebanyak apa pun ia minum, hal paling buruk yang ia lakukan adalah jatuh tertidur. Tak pernah dirinya mengubah imajinasi menjadi sebuah kenyataan seperti kemarin malam. Jika terus seperti ini, entah hal apa lagi yang akan dilakukan Yonghwa di kemudian hari.

“Jika Anda masih ingin melihatku hidup dengan baik, maka Anda harus membiarkanku pergi,” ujarnya serius.

Han Seungho terdiam sebentar. Berpikir masak-masak sembari menghela napas dalam. Tak ia duga kandasnya hubungan Yonghwa dan Shinhye bisa sangat mempengaruhi Yonghwa seburuk ini. Sosok mandiri itu ternyata serapuh ini tanpa sang pujaan hati.

Demi kebaikan Yonghwa dan masa depan perusahaan, Han Seungho akhirnya setuju untuk memberikan waktu tenang untuknya. “Satu minggu,” putusnya. “Aku akan memberikanmu waktu satu minggu untuk menenangkan diri. Setelah itu kau harus kembali menjadi Yonghwa yang dulu.”

Yonghwa menanggapi dengan tawa remeh. “Anda jangan berharap terlalu banyak.”

Langkah kaki Seungho yang hendak pergi terhenti. Ia berbalik menatap Yonghwa yang pandangannya fokus pada bed cover putih tempatnya duduk. Pria paruh baya itu menarik napas dalam lalu mengembuskannya kuat.

“Aku tahu aku tidak cukup baik sebagai seorang pimpinan. Tapi aku akan memberimu sebuah nasehat sebagai seorang pria.” Jeda sebentar, Han Seungho memberikan waktu pada Yonghwa supaya bisa fokus padanya. “Cinta adalah sebuah perjuangan. Saat kau melepaskannya, cinta akan pergi. Tapi saat kau mengejarnya dengan sungguh-sungguh, besar kemungkinan cinta akan datang lagi padamu.”

Kata-kata itu membuat Yonghwa terdiam lama, terlarut dalam pikirannya sendiri yang mulai berkeliaran ke mana-mana. Nasehat itu terdengar arif di telinga, namun untuk benar-benar melakukannya bukanlah suatu hal yang mudah. Bahkan untuk memulai langkah pertama–seperti menghubungi gadis itu–Yonghwa tak berani. Takut akan melukai.

Dan terluka.

 

~~~~~~~~~

 

H+14

Bibir Jonghyun membentuk senyum sumringah setelah Shinhye membuka pintu. Tanpa canggung ia segera duduk di salah satu sofa berwarna pastel yang ditunjuk oleh gadis itu. Jonghyun lalu membuka kandang tenteng yang tadi ia bawa, lalu mengeluarkan Blue dari sana. Sesaat setelah keluar dari kandang mungilnya, kucing bermata biru itu langsung menggerak-gerakkan badan, berolahraga kecil. Matanya mengawasi keadaan sekitar, beradaptasi.

Omo. Blue tampak lebih besar sekarang,” komentar Shinhye yang baru saja datang dengan membawa dua kaleng jus dan Harry di gendongannya. Ia lalu duduk berhadapan dengan Jonghyun. “Minumlah,” tawarnya pada Jonghyun.

“Terimakasih.”

Melihat kedatangan teman sepermainannya, Harry langsung saja melompat dari pangkuan sang ibu lalu pergi menemui Blue. Mereka saling mengendus, cara menyapa ala kucing, kemudian keduanya melenggang pergi. Harry selaku tuan rumah berada di depan, menjadi tour guide untuk tamunya.

Ckckck. Harry bahkan tak menyapaku dan malah membawa kabur Blue.” Jonghyun menggelengkan kepala tak percaya. “Kau harus mengajarinya sopan santun,” tambahnya bercanda.

Shinhye menyipitkan mata penuh jenaka. “Eiiy …. Anakmu pun sama sekali tidak mengucapkan salam padaku. Kita berdua sama buruknya dalam hal mendidik, Jonghyun ssi.”

Kedua orang itu tergelak bersamaan. Bersenda gurau bersama orang yang sama-sama menyukai binatang memang sangat menyenangkan. Apalagi jika hewan peliharannya sama. Banyak hal yang bisa dibagi. Termasuk urusan saling merawat ketika harus meninggalkan hewan kesayangan bepergian. Seperti yang Jonghyun lakukan saat ini.

“Aku benar-benar berterimakasih kau mau mengurus Blue selama aku pergi.”

“Kau tahu ini tidak gratis bukan? Aku akan menagih oleh-oleh darimu.”

Jonghyun tertawa pelan. Sepertinya ia harus memasukkan waktu berburu oleh-oleh untuk Shinhye dalam list perjalanan liburan singkatnya. Selama lima hari ke depan ia akan berlibur ke beberapa tempat di Eropa. Presdir Han memang memberikan waktu libur satu minggu bagi semua anggota CNBLUE.

Dan karena Yonghwa ingin berlibur ke Eropa, maka seluruh anggota lain sepakat untuk turut mengikuti sang pimpinan. Suatu bentuk solidaritas pada saudara tak sedarah yang sedang mengalami kesulitan. Meski di awal Yonghwa menolak mentah-mentah keinginan mereka untuk berlibur bersama. Tapi toh, setelah terus memaksa, pria itu menyerah juga.

“Aku akan membawakanmu oleh-oleh yang mahal.”

“Itu harus. Kesukaanku adalah tas Prada.” Shinhye memberikan kode secara terang-terangan.

Hal itu membuat Jonghyun kembali tertawa kecil. “Aku akan memastikan kau mendapatkan Prada terbaik.”

“Kau juga harus memberikannya untuk eomma-ku,” todong Shinhye lagi. Sebelah alis tebal Jonghyun terangkat ke udara. Bingung. “Tiga hari lagi aku akan pergi ke Jeju selama empat hari. Jadi eomma yang akan menjaga Harry dan Blue,” jelasnya.

“Syuting?”

Shinhye menggeleng pasti. “Liburan. Memang hanya kau dan teman-temanmu saja yang perlu berlibur?” Ia masih mencoba bercanda. Meski tak sengaja mulutnya mengucapkan kata ganti jamak yang ia hindari.

“Sendiri?”

Eoh,” jawab Shinhye sekenanya. Ia menundukkan kepala, menatap karpet beludru merah yang menutupi lantai ruang tamu miliknya. “Aku butuh waktu untuk menenangkan pikiranku sendiri.”

Mendadak atmosfer ruangan terasa suram. Shinhye sendiri tak mengerti mengapa ia tiba-tiba mengungkapkan perasaannya. Sejak awal pembicaraan tadi, baik dirinya dan Jonghyun sama-sama berusaha untuk mencari pembicaraan ringan. Tapi kali ini mulutnya sendiri yang membawa masalah.

“Kalian benar-benar mirip.” Jonghyun mulai mengencangkan arus pembicaraan. Tidak bisa disalahkan, karena orang pertama yang memulainya adalah Shinhye sendiri. “Dia juga awalnya menolak saat kami ingin menemaninya berlibur.” timpalnya.

Tanpa perlu bertanya, Shinhye sudah tahu siapa orang yang dimaksud. “Apa dia baik-baik saja?” tanyanya mencoba bersikap wajar.

Jonghyun menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Embusan napas dalam terdengar dari mulutnya. “Kau mungkin tak bisa membayangkan seburuk apa kondisinya saat ini.”

“Apa rumor itu benar?”

Shinhye tak bisa menyembunyikan kekhawatiran. Memikirkan rumor tak sedap mengenai Yonghwa yang sejak kemarin beredar mampu membuatnya melepas topeng tak acuh yang sedari tadi ia gunakan.

“Itu benar.”

Bibir Shinhye terkatup rapat. Terlalu terkejut untuk bisa merespon apa pun. “Kenapa dia memukul orang itu?” tanyanya setelah menguasai diri. Ia mengenal Yonghwa terlampau baik. Tak mungkin pria itu melakukan tindak kekerasan tanpa alasan yang benar-benar kuat.

Jonghyun menatap Shinhye lamat-lamat. Ia tak ingin ikut campur dengan urusan percintaan dua sahabatnya, tapi membiarkan dua orang bodoh ini begitu saja tentu bukan hal yang baik.

“Ini semua karena kau.”

“Apa?”

“Ia mengira kekasih pria itu adalah kau. Melihat keduanya bermesraan, hyung lalu menjadi berang dan tak terkendali. Ia marah karena melihat ‘dirimu‘ berciuman dengan pria lain.”

“Itu tidak mungkin,” sangkal Shinhye pelan. Tak percaya rasanya jika Yonghwa membuat masalah karena alasan tak rasional seperti itu.

Jonghyun meneguk isi minuman dalam kaleng yang disediakan untuknya. Ia bisa mengerti jika Shinhye tak percaya. Yonghwa yang mereka sama-sama kenal memang bukan sosok pembuat masalah begini. Tapi itulah kenyataan yang terjadi sekarang.

“Jika aku tak menyaksikannya sendiri, aku pun tak akan memercayai hal itu,” ungkapnya.

Hening. Tak ada lagi yang bersuara.

Shinhye sibuk dengan segala macam pikiran tentang Yonghwa. Tentang lukanya. Tentang kehidupan pria itu sekarang. Sementara Jonghyun lebih memilih untuk mengamati Shinhye dengan saksama. Membaca raut wajah gadis itu dan apa yang sedang dipikirkannya.

“Kalian harus mengurusnya dengan baik.”

Diam-diam Jonghyun mendesah kecewa. Mungkin ekspektasinya terlalu tinggi saat ia berharap Shinhye akan minta bertemu dengan Yonghwa. “Kurasa dia akan jauh lebih baik jika kau yang mengurusnya.”

“Rasanya terlalu sakit Jonghyun ah.”

Shinhye mencoba jujur. Ia memang sangat merindukan Yonghwa. Ia sangat ingin menjadi tempat berkeluh kala pria itu dalam keadaan terpuruk. Tapi bagaimana dia bisa melakukan itu semua saat hatinya masih terluka.

“Rasa sakit itu masih ada. Terus diam di sini. Tak berkurang sedikit pun,” ujarnya kini dengan suara lebih pelan. Lalu setetes air mata perlahan jatuh membasahi wajahnya. Pertahanannya runtuh sudah.

Jonghyun terdiam. Baru ia sadar kalau Shinhye juga begitu terluka. Selama ini, ia selalu berpikir hanya Yonghwa yang paling menderita. Melihat betapa rapuh hidup pria itu tanpa Shinhye membuat Jonghyun tak sadar lebih berpihak padanya. Ia lupa kalau terkadang sakit yang disimpan dalam hati justru jauh lebih besar dari yang ditunjukkan.

Kristal bening yang turun dari sepasang mata indah itu makin menjadi. Tak mengerti harus bereaksi seperti apa. Satu-satunya yang bisa ia lakukan hanya beranjak ke dekat Shinhye dan menepuk-nepuk punggung gadis itu pelan. Memberi semangat tanpa kata.

 

~~~~~~~~~

 

H+15

Duduk sendiri di ruang tunggu eksklusif KAL longue bandara Incheon menjadi pilihan Yonghwa. Ia tahu sejak menaiki pesawat nanti, semua waktu sendiri yang ia miliki akan praktis berkurang. Ketiga anggota CNBLUE yang memaksa membuntutinya pada liburan ini pasti tak akan membiarkannya sendiri. Mungkin khawatir ia akan melakukan hal gila lain.

Yonghwa mengerti itu. Karenanya, meski di awal ia menolak keras keinginan mereka untuk berlibur bersama, pada akhirnya pria itu mau juga mengizinkan. Lagi pula mungkin mereka bisa diandalkan jika pikiran gila mendadak muncul di kepalanya. Tiga orang itu bisa menjaganya dari hal-hal tak diinginkan.

“Ini.”

Jonghyun tiba-tiba datang dan mengganggu waktu sendirinya. Pria bak vampir itu mengeluarkan sebuah amplop berwarna biru dan putih. Yonghwa menatap heran pada benda yang ia duga sebagai sebuah tiket pesawat. Ia masih belum bereaksi apa pun, membiarkan Jonghyun tetap menggenggam tiket, menggantungnya di udara.

“Ini tiket penerbangan ke Pulau Jeju.”

Yonghwa melongo. Tak mengerti jalan pikiran saudara satu kampung halamannya.

Paham dengan kebingungan Yonghwa, pria itu kembali berkata. “Shinhye akan ke sana lusa. Berlibur.”

Diam sebentar. Sedetik kemudian Yonghwa bisa mengerti. Ia mendengus keras lalu tersenyum sinis. “Ini tidak akan berhasil.”

“Kau belum mencobanya.”

“Kau pikir dia akan mau bertemu denganku? Kehadiranku hanya akan membuatnya semakin terluka.”

“Bukan karena kau yang takut terluka?” Jonghyun menantang.

Yonghwa tak menjawab. Hanya wajahnya yang menegang dan semburat warna merah yang muncul menjadi isyarat bahwa pria itu sedang menahan emosi. Marah. Benteng pertahanan pertama dari umat manusia saat rahasianya terbongkar

Tapi Jonghyun sama sekali tidak peduli. Tahu bahwa tebakannya benar, ia terus lanjut menyerang. “Hyung, kau tahu bahwa semua ini terjadi karena kesalahanmu. Kami sudah mengingatkan dan kau tak mau mendengarkan. Sekarang kau pikir kabur adalah hal terbaik, begitu?”

Pria berlesung pipi indah itu tertawa mengejek. “Kau benar-benar pengecut.”

Tak terima dengan perkataan Jonghyun, Yonghwa mulai naik darah. Dengan cepat ia mencengkran leher kaos hitam yang dikenakan oleh sang gitaris. “Apa yang kau katakan, huh?” Matanya melotot marah. Jarak antar wajah keduanya tak sampai lima sentimeter.

Melihat keadaan yang mulai tak terkendali, Minhyuk dan Jungshin bergegas melerai. Untung saja ruang tunggu ekslusif ini benar-benar hanya diisi oleh mereka berempat. Jika tidak, mungkin akan ada rumor baru lagi yang beredar. “Apa yang terjadi?” Jungshin yang menahan Jonghyun bertanya penuh kekhawatiran.

“Kalian tidak perlu ikut campur!” Yonghwa meronta, berusaha lepas dari Minhyuk. Beruntung, sang drummer masih mampu menahan dengan kuat

Jonghyun mendengus kasar. “Kau memang seorang pengecut yang sesungguhnya. Kau memulai semuanya. Lalu saat segalanya berakhir menyakitkan, kau kabur dan lari. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri.”

Neo!”

Yonghwa menggunakan seluruh tenaganya untuk melepaskan diri dari Minhyuk. Berhasil. Dalam hitungan detik, ia sudah kembali mencengkram Jonghyun. Bogem mentah hampir saja ia daratkan di wajah putih pucat itu kalau saja Jonghyun tak bersuara.

“Dia lebih terluka darimu! Kau tahu itu?” Dengan sekali hentakan, ia berhasil lepas dari Yonghwa yang tiba-tiba melemah.

Pria itu memikirkan kata-kata Jonghyun barusan. Ia tahu Shinhye pasti terluka. Tapi jika ditanya siapa yang paling terluka, sudah tentu jawabannya adalah dirinya sendiri. Shinhye masih bisa hidup dengan baik. Sedangkan dirinya? Hidupnya mendadak kacau dan tak tentu arah. Tak ada lagi tujuan yang ia inginkan. Hari esok terasa jauh dari genggaman.

“Bukan kau yang paling terluka.” Seolah bisa membaca pikiran, Jonghyun membantah pola pikir Yonghwa dengan tegas.

Hyung! Bagaimana kau bisa mengatakan itu?” Jungshin mencoba membela. Bukan berarti ia tidak memikirkan perasaan Shinhye. Hanya saja jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada hidup Yonghwa, semua orang pasti bisa menilai siapa yang lebih terluka.

“Kau sendiri sudah yang melihat seberapa berantakannya hidup Yonghwa hyung sekarang.” Minhyuk ikut bersuara. Kali ini ia sependapat dengan Jungshin.

“Bukankah itu sudah seharusnya? Bahkan jika dia menghancurkan hidupnya sendiri, bukankah itu pantas menjadi balasannya?”

Diam. Dua pemuda satu usia itu tak bisa membantah kata-kata Jonghyun. Bahkan Yonghwa sendiri tak mampu membalas lagi. Semua yang diucapkan pria itu tepat, tak salah sedikit pun. Ini adalah hukum karma yang selalu mereka percayai.

Ibarat hukum tabur tuai. Saat ini dia sedang menuai apa yang dulu ditaburnya. Rasa sakit dan luka ini adalah akibat semua kegilaan dan kebodohan yang dulu dilakukannya. Dan ia pantas menerimanya. Tapi Shinhye …?

“Kau adalah tokoh yang paling jahat di sini. Kau membuat Shinhye terluka dan membiarkan begitu saja!”

Kalimat itu menohok tepat di jantung Yonghwa. Shinhye memang orang yang lebih dulu pergi meninggalkannya, tapi alasan gadis itu pergi adalah karena ia yang lebih dulu melukai. Lalu bukannya mencoba untuk memperbaiki, Yonghwa justru memilih menghindar, berlari sejauh mungkin dari gadis itu. Bahkan tak ada kata maaf yang terucap dari bibirnya.

Itu benar.

Dia adalah tokoh paling jahat dalam kisah mereka. Dia hanya memikirkan diri sendiri. Melukai, tapi tak berani memperbaiki. Alasannya sederhana.

Ia takut terluka.

 

~~~~~~~~~

 

H+17

Langit biru cerah yang menghiasi pulau Jeju seolah memberi semangat baru bagi siapa pun yang berada di sana. Termasuk Yonghwa yang baru saja keluar dari cottage mewah yang menjadi tempat tinggalnya beberapa hari ke depan. Setelah berolahraga pagi sebentar di sekeliling cottage, ia memilih duduk santai di salah satu kursi kayu panjang yang disediakan untuk berjemur. Pemandangan di hadapannya sungguh luar biasa. Laut biru terbentang luas tepat di bawah tebing yang berjarak tak sampai sepuluh meter dari tempatnya bersantai. Ia juga bisa mendengar deburan ombak saling bersahut-sahutan.

Ini hari ketiganya berada di destinasi wisata terbaik di Korea. Lebih dari itu, ia tinggal di cottage yang begitu mewah. Berada di lahan seluas 5 hektar di salah satu bagian daratan tertinggi di Jeju membuat tempat ini memiliki fasilitas terbaik. Berjalan-jalan kecil di sekitar saja sudah bisa disebut sebagai menjelajahi. Selain itu, tempat ini juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Privasi tiap satu cottage terjaga dengan sangat baik.

Hal terbaik adalah umumnya hanya wisatawan mancanegara dengan kepentingan khusus yang memilih tinggal di sini. Mereka adalah para eksekutif yang tidak peduli tentang dunia hiburan Korea dan remeh-temehnya. Itu membuat mereka sama sekali tak mengenal Yonghwa sebagai seorang bintang. Rasanya sangat menyenangkan menyendiri tanpa siapa pun untuk waktu tiga hari ini. Ia bisa menjernihkan pikiran, memikirkan matang-matang semua rencana dari keputusan yang ia ambil.

Tapi lebih dari itu semua, alasan ia memilih tinggal di tempat ini adalah karena Shinhye akan menghabiskan waktu liburannya di sini. Dan hari ini gadis itu akan terbang dari Seoul ke bandara di Jeju.

Yonghwa menyesap jus jeruk yang baru saja diantarkan oleh pelayan layanan kamar. Sambil mengamati warna zamrud laut yang berbaur dengan birunya langit, pria itu kembali teringat kata terakhir dari Jonghyun sebelum ia akhirnya memutuskan pergi ke pulau ini.

‘Aku memberikan tiket ini bukan untuk membuat kalian kembali bersama. Tapi agar kau memperbaiki kesalahanmu. Sembuhkan luka itu. Luka yang kau berikan untuk Shinhye.’

Kalimat itu menyadarkan Yonghwa akan sesuatu yang penting. Bahwa lari dari masalah mungkin bukan pilihan yang terbaik. Membiarkan Shinhye sendiri tidak akan membuatnya lebih baik. Gadis itu akan tetap terluka, mungkin akan bertambah lebih sakit. Dan ia pun juga akan tetap hancur.

Ada satu pilihan yang mungkin akan mendatangkan keajaiban, yaitu dengan berusaha menyembuhkan sakit gadis itu. Memenangkan hati Shinhye sekali lagi. Jika berhasil, maka lukanya sendiri pun akan sembuh. Jika gagal, ia mungkin akan semakin menderita. Tapi bukankah keadaannya sekarang pun tak lebih baik?

Jika hasil terburuk dari dua pilihan itu sama, maka Yonghwa akan memilih berusaha. Setidaknya masih ada kemungkinan baik yang bisa terjadi. Untuk itu, ia akan terus berusaha dan berdoa agar Shinhye mau memberinya kesempatan kedua.

 

~~~~~~~~

 

Shinhye baru saja keluar dari cottage bernuansa kayu yang akan menjadi tempat tinggalnya selama empat hari ke depan. Di depannya terbentang pemandangan alam indah yang begitu mengagumkan. Gadis itu menutup mata rapat-rapat, lalu menarik napas dalam, mencoba menghirup udara segar di Pulau Jeju banyak-banyak. Ia dengar pasokan oksigen yang bersih bisa mengurangi perasaan tertekan yang berlebihan.

Tarik napas dalam, lalu keluarkan secara perlahan.

Ia melakukannya secara berulang, persis seperti yang ia perbuat setiap kali melakukan yoga.

Shinhye tersenyum. Ia merasa lebih tenang sekarang. Mungkin perjalanan liburan kali ini akan bisa membuatnya lebih baik. Yang perlu ia lakukan hanya menikmati saat-saat ini sendiri. Menghargai setiap apa yang ada di sekitarnya, hingga ia bisa lebih mensyukuri setiap apa yang ia miliki. Lalu menjalani hidup dengan lebih bahagia.

Setelah menetapkan tekad, ia membuka matanya perlahan. Masih dengan bibir yang berhiaskan senyum, ia mencoba menikmati gambaran terbaik dari alam. Rerumputan hijau yang berada di bibir tebing yang tinggi namun masih tetap terawat dengan baik, bunga berwarna-warni yang sengaja ditanam, lautan luas yang terhampar, dan langit senja berwarna jingga yang terlihat mendamaikan.

Ia melangkahkan kaki, bergerak lebih ke arah pinggir tebing yang berjarak 50 meter dari cottage yang ia tinggali. Tinggal 5 meter lagi, langkahnya terhenti. Ada sosok pria yang berdiri di bibir tebing, menghadap ke laut. Hanya punggungnya yang bidang yang bisa dijangkau oleh mata Shinhye, namun meski begitu sosok tersebut terasa sangat familier untuknya.

Intuisinya mengatakan dia adalah pria itu. Tapi otaknya dengan cepat membantah.

‘Tidak.

Dia sedang berada di ujung belahan bumi yang lain. Mungkin sedang bersenang-senang di sana bersama sahabat-sahabatnya.’

Saat Shinhye sedang sibuk dengan analisisnya, perlahan sosok itu berbalik.

Shinhye membeku di tempat. Senyumnya memudar, berbanding terbalik dengan pria itu.

Dia tersenyum. Manis sekali.

Senyum yang selalu diberikan hanya untuknya seorang. Senyum yang begitu memesona yang membuat Shinhye selalu merindukannya.

Dia menatapnya.

Dengan tatapan lembut dan teduh yang ditujukan hanya untuknya seorang. Tatapan yang mampu membuat Shinhye meleleh dan lemas seketika.

“Shinhye yah.”

Dia memanggilnya.

Suaranya hanya terdengar samar-samar. Mungkin karena jarak keduanya masih cukup jauh, atau mungkin karena suara indah itu harus beradu dengan deburan ombak di sini. Tapi meski tak jelas, Shinhye masih bisa mendengarnya dengan baik.

Itu suara yang begitu ia kenal. Hanya dia yang memanggilnya seperti itu. Hanya suara itu yang bisa membuat Shinhye berlari ke arahnya, lalu memeluk si empunya suara dengan erat.

Seharusnya begitu.

Tapi aneh. Kakinya tak mau melangkah. Shinhye masih diam, menatap lekat sosok paling dirindukan. Sosok yang ia pikir tak akan lagi datang menemuinya. Tapi justru kini berada di hadapannya, di waktu dan tempat yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Pria itu.

Jung Yonghwa.

 

 

~~~~~BERSAMBUNG~~~~~

 

This is hard! Even as an author,  I dunno where the story will go >.<

Maaf yaa, ceritanya melenceng jauh dari rencana awal huhuuu. Draggy banget ga sih? Padahal aku sengaja menyingkirkan Bang Kyu sepenuhnya biar bisa fokus dan selesai di part ini. Tapi ternyata gagal juga haha ….

Semoga selesai di part 5 yaa *fingerscrossed*

Btw setelah ga buka medsos selama beberapa hari, ada kejutan seru dari Jonghyun dan Shinhye hihii …. Bikin hati yonghsin shipper aku goyah nih si Bang Jong.

Catatan Admin :

Let’s Go Crazy part 4 kembali hadir. Nyesek ya baca part ini jadi nahan napas terus huhuhu. Ke mana ceritanya dibawa terserah pada Tifa hehehe. Terima kasih Tifa sudah melanjutkan FF ini 🙂

Kami membuat grup WhatsApp khusus pembaca web ini, bila ingin bergabung sila hubungi Lisna di nomor 0821-8593-4742.

Selamat membaca dan jangan lupa komentar, saran dan kritiknya. Terima kasih

PS. Update postingan FF di web bisa dilihat di facebook HS Corner Shop atau di twitter Lovetheangels1

73 thoughts on “[FF Indonesia] Let’s Go Crazy (Part 4)

  1. Ya syukurlah bang Yong mau berjuang untuk memperbaiki kesalahannya. Dia yang mulai, mosok mau lari gitu aja. Semoga mba Shin mau diajak kembali bersama dan bisa sama-sama menyembuhkan.
    Tolong berikan happy ending untuk mereka, author-nim🙏

    Like

  2. suka banget dgn gaya penulisan author.. trus pemilihan kata katanya jg ngena bngt.. serasa baca novel best seller… hehehe… karakter nya jg kereen..

    Like

  3. kirain bner shinhye brcumbua orng lain lgi.
    hancurpun krena ulah sndiri.wlau orang lain jg ikut tr seret
    autor,,,smoga happy end y,minta pw ny y klo d protect.

    Like

  4. Omg. .
    Yong bersabar lah semoga keajaiban datang untuk kalian .. Makin penasaran dengan endingnya..

    Waww diprotec ottokke..
    Hmmm nextt nextt

    Like

  5. Authornim….aku udah minta pw lewat email ko belum ada jawaban yaa:( sumpah aku penasaran bgt sm part end nyaaa. Ada cara lain buat minta pw?

    Like

  6. Waaa….perpisahan yang membuat sakit kedua belah pihak…..di tgg part slnjut nya 😄😄😄smga shinhye bisa menerima dan memaafkan yong😄😄

    Like

  7. Waaa….perpisahan yang membuat sakit kedua belah pihak…..di tgg part slnjut nya 😄😄😄smga shinhye bisa menerima dan memaafkan yong😄😄

    Like

  8. lagi asiknya terbuai dalam cerita eh udah abis aja dan part 5 di pw:( ah bagaimana padahal udah penasaran bgt sama endingnyaa huhu
    keren sih kalo kata aku ceritanya ngga mudah ditebak hihi next mau baca manito hihihi

    okelah semoga permintaan pw aku cepet di acc yaa sama author tiffa 🙂

    Like

  9. Lakukan yg terbaik Yong..
    Rangkaian kata2nya bikin melayang entah kemana ..ke Jeju mungkin..
    👍👍👍

    Like

  10. saking frustasinya yonghwa sampek salah orang gitu,,,,udh tw gk bisa jauh2 gitu ri shinhye kenapa harus nyari masalah,,,,berharap yg trbaik bwt hbungan yongshin,,,

    Like

  11. Memang penyesalan selalu dateng terakhir…
    Berdoa saja ayong, mudah2an shinhye berubah pikiran… Amien…

    Like

  12. Crazy,ya yongie crazy sama kelakuan dia sendiri…ayo lah ‘that girl’ mu kejar lagi ampe dapet dan jngn di lepasin lagi apapun yg terjadi..

    Like

  13. kasian liat yong, tapi ini salah dia sendiri. berdoa biar semuanya bakal baik baik aja. fighting

    Like

Leave a comment