Posted in fanfiksi indonesia, sequel, series, wangbie

[FF Indonesia] One Of A Kind (Part 6)


One Of A Kind

Part 6 – In Apartment

 

 

By : Wangbie

Genre : Romance – Family

Cast :    

Jung Yonghwa

Park Shinhye

Lee Na bie

Kim Jae ha – and others

Lenght : Series

Rated : PG 21+

Editor : Riefa

 

 

*****  Happy reading *****

 

 

 

Yonghwa menyetir cepat melewati persimpangan terakhir untuk sampai kembali di apartemennya. Rencana kerja lemburnya batal. Ia pun akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja. Beralasan karena tidak enak badan, dan meminta sekretaris pribadinya membatalkan semua jadwalnya dalam minggu ini.

Tiba-tiba Yonghwa merasa tidak bisa berkonsentrasi dengan semua yang ia lakukan. Dan, ia sangat tidak menyukai dirinya yang seperti ini. Karena saat seperti ini, ia tidak akan pernah bisa menyelesaikan satu pekerjaan pun.

‘Seandainya … tadi pagi dia tidak ada dan aku tetap bekerja. Pasti sekarang, aku sudah duduk di ruangan dan fokus dengan semuanya. Tapi ….’

Yonghwa menghentikan mobilnya di sudut kiri tempat parkir dan membiarkan mesinnya tetap menyala. Ia menumpukan kepala pada setir setelah meletakkan kedua tangan di sana. Memejamkan mata, mencoba bernapas dengan benar.

‘Tentu saja, ini bukan salahnya. Kau yang terlalu lemah untuk menghadapi hal seperti ini …’ batinnya mengolok-olok lagi.

Entah, sudah berapa kali ia berperang sendiri dalam hati. Bertanya, lalu menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang. Tapi, seolah ia sudah amnesia dan selalu mencari jawaban terbaik. Yang sebenarnya pun tidak akan pernah ia temukan kecuali ia bertanya pada sumber masalahnya secara langsung.

‘Sumber masalah?’ Ia mengulangi dengan nada tidak percaya, sekaligus kesal.

Jika sejak awal ia tidak mencoba memahami Shinhye … jika sejak awal ia tidak memaksa supaya Shinhye sudi untuk mengenalnya. Sama seperti yang ia lakukan. Jika sejak awal, ia menghormati keputusan Shinhye, bahwa Shinhye menolak perjodohan orang tua mereka. Jika saja … jika saja ….

Tapi ….

Bukankah, ia juga pantas dan sangat berhak merasa marah dan kecewa atas semua yang sudah Shinhye berikan padanya?

Di saat ia ingin mencoba, dan selalu bersikap baik. Justru Shinhye sendiri yang menolak dan terus mengatakan dirinya adalah seorang berengsek. Di saat ia merasa yakin, akan bisa membuat Shinhye berubah pikiran dan belajar menerimanya. Sama seperti yang ia lakukan. Shinhye sendiri yang memperlihatkan kalau gadis itu benar-benar menolaknya.

Ia tidak salah, kan? Kalau pada akhirnya memutuskan perjodohan itu? Ia tidak mengambil langkah yang keliru, kan …? Apakah keputusan mengakhiri masa pengenalan diri masing-masing karena tidak adanya kecocokan, itu salah? Apakah kalau ia tetap memaksa meneruskan perjodohan itu, suatu hari nanti Shinhye akan bisa menerimanya? Jika memang iya, benar demikan … sampai berapa lama ia harus menunggu Shinhye benar-benar menerimanya? Apakah masa menunggu itu juga harus ia habiskan dengan menyaksikan kegilaan Shinhye dengan kekasih pilihannya sendiri, dan mengesampingkan perasaannya? Apakah setiap saat ia dan Shinhye bersama, ia harus terus menutup mata dan telinga untuk semua penolakan Shinhye?

Apa benar, dengan menunggu bertahun-tahun … perasaannya akan terbalaskan? Ada yang bisa menjamin hal itu terjadi?

Oh! Shit!

Apa ada yang tahu, berapa banyak pasangan suami-istri yang akhirnya bercerai karena di tengah perjalanan mereka untuk membangun rumah tangga, salah satu di antaranya menemukan belahan jiwa lainnya?

Oh! Damn!

Apa, Yonghwa … pria yang sangat mencintai orang tuanya itu akan membiarkan orang tuanya menunggu bertahun-tahun dan ikut merasakan kesengsaraan pernikahannya, demi merasakan bagaimana bahagianya menjadi kakek-nenek?

Tolong!

Siapa pun! Katakan pada Yonghwa! Atau, pukul Yonghwa sampai babak belur kalau apa yang dia pikirkan itu salah.

Siapa yang bisa menjamin kelangsungan sebuah rumah tangga akan berjalan harmonis, tanpa adanya perjanjian tak tertulis dari kedua belah pihak untuk saling menjaga dan menghormati?

Oh! Astaga ….

‘Apa aku melakukan kesalahan?’ Ia nyaris memukulkan kepalan tangannya pada kaca jendela.

Saat teringat hari itu … Yonghwa ingin sekali masuk ke dalam samudra dan menghilang dalam sekejap. Rasa sakit karena pengkhianatan, dan harga dirinya sebagai seorang pria, sebagai seorang calon suami saat itu … Shinhye tidak menghargainya sama sekali. Tidak sedikit pun!

Bahkan ….

Saat ia menyuruh Shinhye pergi dari rumahnya detik itu juga. Tidak ada raut penyesalan dari gadis itu. Sepotong kata maaf pun tidak! Shinhye tidak mengatakan apa-apa. Shinhye tidak melakukan apa-apa!

Jadi ….

Tidak salah, bukan? Kalau tadi ia bersikap dingin dan, berpura-pura tidak terlibat masalah apa pun dengan Shinhye?

Yonghwa berhasil mengumpulkan kesadarannya kembali dan menoleh karena seseorang mengetuk pintunya. Dan, Yonghwa segera membuka pintu setelah melihat seorang wanita cantik, yang ia kenal berdiri di samping mobilnya.

“Eun mi Noona! Apa yang Noona lakukan di sini?” Yonghwa segera memeluk salah satu teman baiknya dan tersenyum. “Eun mi Noona datang dengan Chan mi? Astaga … seharusnya Noona memberi kabar. Aku sudah berjanji akan memberi princess-ku hadiah kalau dia datang ….”

Eun mi terkekeh dan menepuk punggung Yonghwa beberapa kali, lalu melepaskan pelukan mereka. Mencubit gemas pipi Yonghwa yang tirus, lalu meninju pelan lengan Yonghwa. “Kau beruntung aku datang sendirian. Kalau tidak, princess-mu itu akan mengamuk dan menghancurkan lemarimu ….”

“Kalau begitu, Noona datang bukan untuk bekerja?” Yonghwa memicingkan mata, curiga. Lalu, alarm tersembunyinya tiba-tiba berdengung di kepala. Mengingatkan sesuatu. “Noona menemui adik Noona? Shinhye?”

“Kau baru sadar, huh?!” Eun mi tertawa. “Lalu, kau sendiri? Sedang apa di sini? Ini bukan kebiasaan seorang Jung Yonghwa yang akan absen dari kantor kecuali ada urusan penting. Apa, kau sedang cuti dan mengurusi persiapan pertunanganmu itu?”

Yonghwa berbalik dan mengambil ponselnya di dalam mobil. Mengunci mobilnya cepat, lalu menghadap Eun mi sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku. “Oke, anggap saja ini selamatan. Noona adalah tamu pertama di rumahku ….”

“Heh? Rumah?” Eun mi menahan lengan Yonghwa saat pria itu hendak menariknya masuk. “Maksudmu, kau tinggal di sini? Kau pindah ke sini?”

“Ya … latihan menjadi mandiri sebelum memimpin keluarga.” Yonghwa menunjukkan cengiran khas anak kecilnya. “Tapi, setelah menikah mungkin akan pindah lagi. Ji eun ingin punya rumah di tepi pantai.”

Eun mi hanya mengangguk dan tersenyum lalu berjalan beriringan. Sesekali ia melirik Yonghwa, dan benar-benar menyesal karena pria baik hati yang sangat sopan ini tidak jadi, menjadi adik iparnya. Tentu saja bukan hanya karena kekayaannya. Yonghwa adalah pria hangat yang memiliki sikap manis dan apa adanya. Jujur, bertanggung jawab. Dan selalu memberikan perhatiannya dengan tulus pada siapa pun.

Tapi, Eun mi juga tahu. Takdir … cinta … tidak bisa dipaksakan.

Eun mi mengerutkan kening setelah mereka keluar dari dalam lift dan Yonghwa terus berjalan lurus hingga ke sudut. Ia berusaha menunjukkan ekspresi biasa-biasa saja, meskipun dalam hati ia terus meracau dan berharap yang ia alami saat ini hanyalah mimpi.

‘Bagaimana mungkin, rumah kecil Yonghwa ada di depan milik Shinhye?! Apa, sekarang … takdir sedang mempermainkan mereka?’ Ia berteriak histeris hingga rasanya kedua kaki jenjangnya tidak menyentuh tanah. Entah, kebetulan ini adalah sesuatu yang harus ia syukuri, atau malah sebaliknya. Yonghwa dan Shinhye … mereka sudah memilih jalan masing-masing. Tapi ….

Ia berdiri tanpa mengucapkan apa pun, saat Yonghwa memasukkan beberapa digit nomor untuk membuka pintu. Lalu, dengan gaya gentle-nya yang selalu membuat siapa pun terpesona, Yonghwa mempersilakan ia masuk.

‘Baiklah … bukankah kau ke sini sebagai tamu?’ Eun mi berkata dalam hati.

“Sebenarnya, ini rekomendasi sekretarisku itu …” Yonghwa menutup pintu di belakangnya. “Dan, sepertinya Noona juga setuju dengannya.”

“Ini khas seorang pria lajang, Yong …” Eun mi mengangguk. “Tidak banyak pernak pernik yang menurut sebagian pria membosankan. Dan sepertinya, sekretarismu itu sangat mengenalmu. Dia tahu mana yang cocok untukmu atau tidak.”

“Kami bersahabat.” Yonghwa terkekeh. Ia mengambil beberapa kudapan yang sengaja Ji eun tinggalkan di dalam kulkas. Juga dua botol minuman dingin lalu meletakkannya di atas meja dan duduk berseberangan dengan Eun mi. “Dia mengertiku, lebih baik dari diriku sendiri. Terkadang, dia seperti kakakku sendiri yang sangat cerewet.” Yonghwa tertawa pelan.

“Kupikir, kalian memiliki hubungan serius.” Eun mi mengakui. “Terkadang, kalian lebih serasi kalau sedang bersama. Seperti sepasang kekasih ….”

Yonghwa menggeleng dan tertawa lebih keras. “Noona jangan begitu … meskipun dia terlihat masih seperti gadis … dia sudah bersuami dan sudah melahirkan satu kali.” Tawanya masih berlanjut. “Tapi, banyak juga yang mengira seperti itu ….” Yonghwa menjelaskan sangat santai.

Eun mi meminum minumannya sambil mengangguk. Ia mulai menimang-nimang, apakah ia akan mengatakan pada Yonghwa kalau sekarang Shinhye juga tinggal di tempat yang sama. Bahkan pintu mereka saling berhadapan. Tapi, ia bahkan belum mengatakan apa pun tentang Shinhye. Ya … Eun mi tahu, dia harus meminta maaf atas perilaku adiknya, yang ia sendiri pun tidak mengira akan seperti itu.

“Yonghwa-ya …” Eun mi memanggil dengan nada ambigu. Ia tersenyum kikuk saat Yonghwa menjawab panggilannya dengan alis terangkat, karena intonasinya yang tidak biasa. “Aku, mau bicara tentang Shinhye.” Akhirnya ia berhasil mengatakan satu kalimat.

Perlahan, tapi siapa pun akan melihat dengan jelas, bagaimana perubahan ekspresi Yonghwa. Pria itu meredupkan senyumnya. Dan pandangannya berubah menjadi lebih kelam. Yonghwa mengangguk. Kemudian berkata dengan usahanya agar terlihat santai, namun jelas sudah gagal total. Karena rasa kecewanya begitu besar, dan tidak bisa ditutupi. “Noona jangan minta maaf untuk kesalahan yang tidak Noona lakukan. Seharusnya, sejak awal aku tidak memaksanya ….”

“Bukan begitu, Yong-ah …” Eun mi merasa bingung sendiri. “Aku tahu, ini semua salah Shinhye. Tapi, sebagai kakaknya … yang juga tidak menyangka dia akan melakukan hal seperti itu.” Ia berhenti sejenak untuk mengambil napas. Jari-jarinya yang memegang renggang minuman dingin itu perlahan menjadi kuat. Urat-uratnya sedikit menonjol. “Aku hanya merasa, aku perlu melakukan ini. Aku menyesal untuk semua yang Shinhye lakukan. Aku minta maaf ….”

Noona pasti tahu kalau aku sedang berbohong, kan?” Yonghwa tersenyum tipis. “Tapi, tidak ada gunanya juga membicarakan semua itu. Semua sudah selesai. Dan, mungkin akan lebih baik seperti ini. Kami tidak saling mengenal. Itu kenyataan.”

Eun mi diam dan menggeser pelan duduknya.

Ia tahu. Yonghwa pasti sangat kecewa. Pria yang sekarang ada di depannya sambil memutar-mutar kaleng minumannya ini bukan pria jahat. Pria ini memiliki hati yang lembut. Dan perasaannya mudah terluka. Eun mi sendiri yang hanya membayangkan kegilaan dan ketidaksopanan Shinhye pada Yonghwa, sudah merasa marah dan ingin sekali memaki. Apalagi Yonghwa … pria yang menyaksikan langsung dengan kedua matanya.

Eun mi tahu. Yonghwa tidak marah. Pria itu tidak akan pernah marah dan menyimpan dendam. Tapi … rasa kecewa yang pria itu rasakan, bisa melebihi amarah.

“Tapi, aku harap …” Yonghwa tersenyum. Kali ini lebih lebar, dan tulus. “Kita tetap berteman baik. Seperti saat ini ….”

“Hanya orang bodoh yang akan meninggalkan teman sebaik dirimu, Yong …” Eun mi mengangguk pasti.

“Jadi, Noona mau makan apa? Kebetulan aku juga belum sarapan.” Yonghwa merubah topik pembicaraan. Ia berdiri dan segera berjalan ke arah dapur. Ia memakai apron biru tua pemberian Ji eun kemarin. Lalu, membuka kulkas.

Eun mi tidak sanggup untuk melewatkan acara memasak Yonghwa. Ia pernah satu kali melihat Yonghwa sibuk di depan kompor membuat sup daging saat acara berkemah beberapa bulan lalu. Ia tidak menyangka kalau seorang pria yang untuk kesan pertama terlihat sangat kaku itu, ternyata juga ahli di dalam dapur.

Eun mi sempat bergosip dengan teman-temannya. Tentang, apa yang tidak bisa Yonghwa lakukan … Yonghwa sangat lihai dalam berbisnis. Saat masih sekolah pun dia termasuk murid teladan. Pandai bermain alat musik, terutama piano dan gitar. Suaranya merdu. Dan nilai tambahan yang tidak mungkin ditinggalkan adalah, Yonghwa sangat pandai memasak. Seolah jari-jari panjang yang terlihat sangat seksi itu di ciptakan untuk membuat para wanita terpesona dengan semua perbuatannya.

Pria sempurna …?

Astaga! Yonghwa bahkan juga terkenal dengan ciuman mautnya. Ouh!

“Aku bisa membantu kalau kau berniat membuat sup manis dari jagung itu …” Eun mi sudah berdiri manis di samping kulkas dan tersenyum. “Mungkin, aku bisa membantumu menghaluskan jagung-jagung itu?”

Yonghwa tertawa. “Lebih baik Noona duduk manis di sana.” Ia menunjuk sofa panjang di depan televisinya yang besar. “Tunggu, lima belas menit. Dan, sup jagung manis kesukaan Noona akan siap di meja makan.”

“Chan mi pasti suka kalau aku mengirimkan fotomu saat sedang memasak.”

Noona bisa mengambil gambarnya. Selama aku belum menikah, dan suami Noona tidak akan membunuhku karena istrinya menyimpan foto pria lain di ponselnya …” Yonghwa berpura-pura serius dan Eun mi terkekeh. “Itu gratis.”

“Baiklah …” Eun mi mengangguk-angguk. “Tolong buatkan saya satu porsi besar untuk sup jagung manisnya, ya? Chef Jung Yonghwa ….”

Yes, madam. As you wish ….”

Lalu, mereka tertawa.

 

 

*****

 

 

Sudah cukup larut untuk seorang gadis kembali ke rumahnya. Tapi, bagi Shinhye sepertinya tidak. Karena ini masih belum di atas jam dua belas malam. Ini menjadi pertama kalinya ia sama sekali tidak berminat dengan vodka favoritnya. Hanya dua botol soju dan ia masih sangat sadar untuk mengendarai mobil seorang diri. Tidak menyewa sopir, yang biasanya ia lakukan saat masih di luar negeri.

Dan, Shinhye juga masih sangat sadar untuk mengenal punggung seorang pria di sudut lorong sana, bersama seorang gadis yang sedang asyik menikmati ciuman. Bukan hanya ciuman biasa. Shinhye tahu, karena salah satu tangan pria itu menekan kuat tengkuk kekasihnya. Sementara tangan lainnya memeluk pinggang gadisnya erat. Belum lagi lengan putih mulus yang kontras sekali dengan warna jaket pria itu, dikalungkan nyaman pada leher.

Shinhye memutar kedua bola matanya malas dan berniat untuk berbalik lalu tidur di dalam mobil. Tapi, mengingat kakaknya masih ada di sini dan pasti sedang menunggunya. Ia lebih bersikap masa bodoh. Berjalan sesantai mungkin.

Shinhye hampir saja tertawa dan mengejek saat melihat gadis itu mendorong dada sang pria. Ia yakin, suara heels-nya yang membuat sepasang sejoli yang sedang lupa daratan—menurutnya—itu menghentikan ciuman panas mereka. Dan, saat sepasang mata di depan sana, yang baru menyadari kehadirannya, segera membulat sempurna. Ia tahu arti tatapan itu. Karena ia pun sebenarnya juga sama. Seperti pria itu.

Terkejut.

Berpura-pura tidak mengenal dan tidak pernah bertemu. Shinhye menganggap dua orang di depannya saat ini hanya orang asing. Dan dengan cueknya ia segera menghadap pintu apartemennya sambil menekan beberapa digit nomor. Dalam hati ia mengumpat karena hingga ia sukses membuka pintu dan melangkah masuk, tidak ada sapaan untuknya. Ia mengingatkan dirinya sendiri, bahwa mereka hanya orang asing. Tapi, apa pantas kalau pria yang sudah membuat hidupnya seperti sekarang, juga melakukan hal sama sepertinya?

‘Tsk!’

“Park Shinhye-ssi?!”

Akhirnya Shinhye tersenyum penuh kemenangan. Ia benar-benar menarik kedua ujung bibirnya ke samping. Berlagak, ia seorang pemenang dalam perlombaan yang sama sekali tidak pernah dimulai. Ia mengembalikan ekspresinya lagi seperti semula. Menjadi gadis dingin, tidak mengenal siapa pria yang baru saja memanggil namanya.

Nuguseyo?” Tanyanya sambil mengangkat dagu dan menatap langsung pada manik mata tajam dengan iris berwarna coklat gelap. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. Ia benar-benar menjalankan perannya dengan sangat baik. “Apa saya mengenal Anda, Tuan?”

Tapi, bukan pria itu yang menjawab. Melainkan gadis cantik yang terlihat jelas tidak menggunakan riasan, tapi benar-benar terlihat cantik. Matanya bulat, hidup. Hidungnya mancung dengan bibir merah tipis dan sepasang alis tebal. Persis seperti boneka hidup.

Shinhye maju satu langkah.

“Anda benar Park Shinhye, kan? Yang tempo hari tidak sengaja tertabrak mobil kami di depan universitas?”

Shinhye mencebik tipis sebelum mengangguk dan beralih menatap Ji eun. Seorang model terkenal yang benar-benar dicintai oleh semua penggemar maupun teman-temannnya. “Oh? Jadi benar? Anda Park Ji eun yang baru saja menyandang sebagai Korean Beauty dan akan menikah dengan pengusaha muda bernama Jung Yonghwa itu?”

Hampir kehilangan kendali dan ingin sekali menumpahkan rasa marahnya saat Shinhye ingat, betapa menggebu-gebunya ia mencari tahu tentang calon istri dari mantan calon suaminya. Menggelikan! Itu yang Shinhye ucapkan setelah semua informasi dari berbagai situs menyebutkan bahwa, Park Ji eun adalah seorang wanita hebat. Tidak ada skandal apa pun. Karirnya berjalan tanpa adanya kendala berarti. Berasal dari keluarga terhormat, dan kini semua orang sedang membicarakan betapa serasinya gadis boneka itu bersanding dengan seorang pria yang sempurna.

Berkali-kali Shinhye tertawa setiap semua komentar-komentar bernada positif yang ia baca tadi kembali mengusik ketenangannya. Tapi, ia tidak yakin apakah tawanya benar-benar tawa tidak peduli atau malah sebaliknya. Nyatanya, ia semakin kesal ….

“Saya benar-benar menyesal.” Ji eun menghampiri Shinhye. “Saya tidak tahu antara Anda dan calon suami saya terlibat perselisihan macam apa. Dia tidak mengatakan apa pun. Bisakah, Anda menjelaskannya dan kita berteman? Rasanya akan sangat aneh. Dan saya akan merasa tidak enak, karena sebelumnya Anda sudah dijodohkan dengan Yonghwa. Saya merasa, saya adalah gadis yang merebut calon suami orang.”

“Sayang … apa yang kau bicarakan?” Yonghwa menyentuh lengan Ji eun dan membuat mereka berdiri sejajar, berdampingan. Ia menatap Ji eun dengan tatapan terluka. Penyesalan yang sangat jelas dan tidak bisa ia sembunyikan. “Bukankah kita sudah membicarakan ini? Aku dan gadis ini tidak ada hubungan apa pun. Kemarin, kami memang dijodohkan. Dan, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjodohan itu karena kami tidak bisa mengerti satu sama lain. Dia tidak menyukaiku. Dan aku hanya menyukaimu ….”

Shinhye menggertakkan giginya rapat. Ia tersenyum sinis melihat dua sejoli di depannya yang sekarang saling memandang. Dalam sekejap, ia menjadi sangat muak dengan tatapan pria seperti yang ia lihat sekarang. Meskipun sebelumnya ia pun akan sangat terbiasa dengan hal-hal semacam ini. Kali ini … ia benar-benar bosan.

“Benarkah seperti itu, Shinhye-ssi?” Ji eun mendorong Yonghwa pelan dan kembali menatap Shinhye. “Benarkah, kalian tidak saling mencintai?”

Shinhye sudah di ambang batas. Ia menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya. “Bukankah kalian saling mencintai?” Suaranya mencemooh. “Pria di samping Anda itu sudah mengatakan kalau dia hanya mencintai Anda. Sudah seharusnya Anda percaya, bukan?”

Yonghwa memilih diam dan meredam amarahnya.

“Kita sama-sama wanita, Shinhye-ssi …” Ji eun tersenyum tipis namun tulus. “Kita akan sama-sama terluka kalau hanya menyimpan dendam.” Ia maju beberapa langkah dan menggenggan tangan Shinhye. “Ayo kita berteman. Anda pasti gadis yang baik, karena eommonim sendiri yang menyetujui perjodohan Anda dengan Yonghwa, kemarin. Ayo, kita selesaikan kesalahpahaman ini ….”

“Tidak pernah ada kesalahpahaman!” Shinhye menarik kedua tangannya kasar. Tanpa sengaja membuat Ji eun terhuyung ke belakang, dan Yonghwa segera melayangkan pandangan tajamnya.

Yonghwa membantu Ji eun berdiri dan memastikan calon istrinya itu tidak terluka. Ia tidak akan memaafkan siapa pun kalau sampai membuat Ji eun cedera sedikit pun. Yonghwa tahu, sedikit saja cedera, apalagi di kaki, akan membuat Ji eun kehilangan cita-citanya. Ji eun selalu memakai high heels lebih dari lima belas senti. Dan tidak menutup kemungkinan Ji eun akan keseleo, atau bahkan lebih parah dari itu karena hampir terjatuh. Besok, Ji eun akan terbang ke Paris untuk mengikuti fashion show pada acara tahunan. Dan, ia sangat yakin, Ji eun akan sangat sedih kalau sampai tidak bisa menghadiri acara itu.

Shinhye menarik salah satu ujung bibirnya ke atas, membentuk senyum ejekan. Ia bersedekap, merasa konyol. “Ck! Calon istrimu tidak akan kenapa-kenapa, pria berengsek!” Makinya kesal. Ia mendengus karena Yonghwa masih dengan tatapan khawatirnya memastikan Ji eun tidak kenapa-kenapa. Hal itu mengingatkannya pada saat pria yang sangat ia benci itu mengusirnya tengah malam. Dan, tidak terlihat sedikit pun penyesalan dari pria itu, atau berbasa-basi meminta maaf.

Shinhye semakin marah!

“Kau mau ke mana, huh!?” Tiba-tiba Yonghwa menyentak kasar pergelangan tangan Shinhye hingga membuat gadis itu kembali menatapnya. Ia mendorong Shinhye ke dinding, meletakkan kedua tangannya yang mengepal di samping kepala Shinhye. “Minta maaf!” Ucapnya pelan. Tapi, tidak ada kelembutan sama sekali. “Minta maaf karena sudah mendorongnya! Atau, aku tidak akan pernah memaafkanmu!”

“Dan, kau pikir aku akan melakukan apa yang kau katakan, Jung Yonghwa-ssi?!” Sahut Shinhye ketus. Suaranya bergetar, meskipun ia membalas langsung kemarahan yang benar-benar pria itu tujukan padanya. “Kau pikir, kau siapa, hah?! Apa aku ini budakmu? Apa aku melakukan kesalahan? Aku hanya menyingkirkan debu yang mengotori tanganku!!”

Yonghwa memejamkan mata sambil meninju keras dinding keras, tepat di samping Shinhye. Membuat tangannya yang bergetar mengeluarkan darah, mengalir dan mengotori kemeja putihnya.

Ia tidak menyangka Shinhye akan mengeluarkan kalimat seperti itu. Siapa yang salah …? Siapa yang pantas marah …?

Yonghwa ingin sekali mengeluarkan semua emosinya. Mungkin ia harus segera menemukan samsak yang belum sempat ia keluarkan dari dalam mobil, atau ia akan memukul siapa pun yang lewat di depannya setelah ini.

Ia tidak tahu kenapa bisa semarah ini. Untuk yang pertama kalinya, ia benar-benar hampir kehilangan kendali.

“Minta maaflah pada Ji eun. Dan, aku akan melupakan hal ini. Atau—?”

“Atau kau akan mengusirku lagi? Di tengah malam seperti ini? Lalu kau akan mengirimkan sopir pribadimu sebagai permintaan maaf yang terselubung.?” Shinhye berteriak. “Kau tidak bisa melakukan itu lagi, Jung Yonghwa! Kau tidak berhak! Ini rumahku! Dan, sebaiknya kau pergi sebelum aku memanggil satpam untuk menyeret pria berengsek sepertimu!”

“Kau—!!!”

Ji eun menyentuh lengan Yonghwa dan menariknya mundur. Membuat pria itu segera memejamkan mata lagi dan berbalik lalu meninju tembok untuk yang kedua kalinya.

Mianhae, Shinhye-ssi … sepertinya ini waktu yang salah untuk membicarakan sesuatu.” Ji eun membungkuk berkali-kali. Kedua matanya sudah basah. Tapi ia tidak akan pernah menangis di depan orang lain. “Mianhaejeongmal mianhae. Selamat malam ….”

Lalu Ji eun segera menarik Yonghwa masuk, setelah mendorong pintu apartemen Yonghwa sampai terbuka lebar. Dan yang Shinhye lakukan setelah pintu di depannya tertutup hanyalah tertawa … tawa sinis yang mengisyaratkan ketidakpercayaan.

‘Jadi, inilah kenapa tadi pagi pria berengsek itu juga ada di lift bersamaku?’ Shinhye membuang napasnya kasar. ‘Dia juga tinggal di sini ….?’

 

 

 

***** to be continue *****

 

Uh! Sampai kapan yaa mereka berantem? Entahlah ….

Kemarin, waktu baca komenan kalian … jujur aja agak lucu. Menurutku. Hihihi~~~~ *bow*

Sejak awal, aku ingin menggambarkan cerita yang berbeda tentang karakter Shinhye yang jadi badgirl. Dan, Yonghwa yang terluka.

Hmm … mungkin ini sedikit berbeda dan kalian tidak biasa dengan karakter badgirl dari seorang Park Shinhye yang biasanya selalu menjadi goddess. Atau, mungkin karena aku yang kurang bisa menggambarkan ke-badgirl-an Shinhye?

Apa pun itu, aku tetap berusaha tetap berjalan dengan konsep “badgirl Shinhye”. Dan, ya … seperti yang kalian tahu. Semua akan indah pada waktunya.

Ok, terima kasih untuk semua yang sudah memberikan apresiasinya. You’re the best! Thanks a lot, guys ….😍😍😍😍

 

Kiss&hug

Wangbie

  

Catatan Admin :

One of A Kind part 6. Duh, beneran nahan napas baca part ini, ada banyak hal yg tidak terduga. Yonghwa sampai tidak masuk kerja karena Shinhye, kakaknya Shinhye ternyata berteman dekat dengan Yonghwa, dan ternyata apartemen Yonghwa dan Shinhye berhadapan. Tapi aku juga tidak ingin menduga-duga apa yang akan terjadi, ingin menikmati saja semuanya. Terima kasih Wangbie sudah membuat FF dengan karakter Shinhye yang badgirl seperti yang pernah aku usulkan dulu. Saya juga membaca beberapa komentar yang tidak begitu suka dengan karakter Shinhye di sini, ingat ya ini hanya sebuah kisah fiksi, hanya sebuah cerita, sama seperti karakter Yonghwa di No, I’m Not, bukan kisah nyata. Seperti yang sudah Wangbie katakan bahwa semua akan indah pada waktunya, jadi mari menunggu kapan waktu itu datang 🙂

Selamat membaca dan jangan lupa komentar, saran dan kritiknya. Terima kasih

PS. Update postingan FF di web bisa dilihat di facebook HS Corner Shop atau di twitter Lovetheangels1

55 thoughts on “[FF Indonesia] One Of A Kind (Part 6)

  1. Kasihan uri Shinhye 😭
    Sebenarnya ini bukan kesalahan Shinhye saja sih Yonghwa juga sebenarnya salah harusnya dia baru saja membatalkan perjodohan nya jangan langsung melamar cewe lain lihatlah akibat nya sekarang kacau begini…
    Yonghwa kejam banget dirimu…

    Like

  2. semakin seru ajj ceritanya…
    kira2 bagaimana yong hwa dan shin hye nanti jatuh Cinta..
    dan apa pernikahannya yong hwa akan benar2 terjadi

    Like

Leave a comment