Posted in fanfiksi indonesia, sequel, series, wangbie

[FF Indonesia] That Winter We Fallen In Love (Part 2)


That Winter We Fallen In Love

Part 2

Author : Wangbie

Genre : Terserah readers

Lenght : Series

Main cast : Jung Yonghwa, Park Shinhye

Cast : CNBLUE member, Tuan Kang and others

Sumber : 2a 2b 2c

—oOo—


~Don’t bash! Don’t copypaste without permission! Thanks…~

Happy reading…

—oOo—

First

 

Yonghwa dan Shinhye turun dari bus tepat di persimpangan jalan, saat lampu rambu-rambu kembali berubah menjadi merah.
Dua orang namja yeoja naik setelahnya, sepertinya mereka sepasang kekasih.
Si namja terus menggenggam tangan si yeoja sampai mereka duduk di bangku paling belakang, bangku yang baru saja ditinggalkan oleh Yonghwa dan Shinhye.
Terlihat si namja menepuk bahunya pelan dan si yeoja dengan senang hati menyandarkan kepalanya di sana.
Yonghwa melihat sepasang kekasih itu sampai bus kembali berjalan tanpa berkedip. Bahkan ia tidak mengindahkan pertanyaan yang Shinhye ajukan padanya beberapa kali.
Baru saat sepasang kekasih itu tidak terlihat lagi Yonghwa tersadar dari lamunannya.
Shinhye menatapnya bingung.

“Anak muda, bisakah bantu haelmoni menyeberang?” tanya seorang nenek tua dari samping Yonghwa.
Nenek itu memakai tongkat, rambutnya memang belum memutih semua tapi keriput di bagian tubuhnya yang tak tertutupi cukup membuat setiap orang pasti akan dengan senang hati membantu sang nenek.

Shinhye baru saja ingin menjawab saat Yonghwa dengan sigapnya memapah nenek itu menyebrang.
Yonghwa merangkul bahu si nenek dengan kuat dan mantap, seakan takut kalau ia melepaskannya nenek itu bisa terjatuh. Tangan kirinya menenteng tongkat berwarna perak milik nenek, hingga akhirnya satu menit sebelum lampu penyebrangan berubah menjadi merah, Yonghwa sudah berhasil mendudukkan nenek itu pada kursi halte pinggir jalan.
Dengan cepat setelah namja itu memastikan si nenek sudah aman, ia kembali menunggu lampu di sampingnya berubah hijau.
Ada beberapa gadis di belakangnya.
Bisik-bisik yang terdengar oleh pendengarannya membuatnya berbalik dan berjalan kembali menghampiri si nenek.
Tanpa diduga, Yonghwa membuka mantelnya dan memakaikannya pada nenek yang ternyata tengah menggigil. Dalam hati ia mengutuk siapapun anggota keluarga yang tega membiarkan orang tua seperti ini berkeliaran di jalan sendiri, tanpa menggunakan perlengkapan musim dingin yang lengkap.

“Terima kasih, nak…” ucap si nenek haru.

Tangan kanannya terangkat mengelus pipi Yonghwa pelan.
Namja itu mengangguk ramah, lalu segera berdiri dan berpamitan, hanya membungkukkan badannya hormat.
Dan berlari ke tengah jalan cepat karena peringatan perubahan lampu sudah berbunyi menggelisahkan.

“Yonghwa, ya…” panggil Shinhye tak kalah haru dengan si nenek tadi saat namja yang sekarang hanya mengenakan seragam sekolahnya berdiri di depannya.
Hanya anggukan kecil sebagai jawaban, Yonghwa segera memalingkan wajahnya ke arah lain, menggigit bibirnya keras sembari terus mengepalkan kedua tangannya di dalam saku celananya.
Rasa dingin itu sekarang mulai membekukan kulit luarnya yang terbuka.

“Sini…” seru Shinhye mengerti.
Kedua tangannya digosok-gosokkan cepat dan menempelkannya pada pipi Yonghwa.
Membuat namja itu sedikit berjingkat namun segera diam kembali karena rasa hangat dari telapak tangan Shinhye mulai menjalari tubuhnya.
Shinhye tersenyum, “pasti dingin sekali ya?”

Beberapa pejalan kaki yang melintas sempat mencuri pandang pada dua orang dengan kegiatan saling pandangnya.
Tidak jelas bagaimana ekspresi Yonghwa, karena memang posisinya menghadap jalan raya, membelakangi para pejalan kaki yang sekarang mulai berkerumun di sana.
Salah seorang di antaranya berbisik pelan pada teman sebelahnya.
“Apa mereka akan berciuman? Pasti romantis sekali kalau memang begitu, aku juga pasti bahagia sekali bisa mendapatkan namja seperti itu.
Kau tahu, namja itu membantu nenek tua menyeberang jalan, memberikan mantel satu-satunya padahal suhu sedang sangat dingin.
Tadi aku melihatnya, dia sangat tampan. Lihat saja itu dari belakang, postur tubuhnya begitu sempurna. Siapapun yang mendapatkannya pasti sangat beruntung.” Cerita seorang wanita berambut pirang yang baru saja ikut bergabung dalam kerumunan.

Gumaman penuh rasa penasaran segera saja menggema kecil, menyadarkan Yonghwa akan maksud gumaman itu.
Tanpa berfikir panjang lagi, Yonghwa segera menaiki bus yang baru saja hendak berjalan lagi di depannya.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Shinhye yang sekarang menatap bus berjalan pelan tanpa ekspresi.

Sorakan ejekan dari kerumunan orang tak jauh darinya membuat Shinhye tersadar.
Mengejar sekuat tenaga bus yang sudah mulai menjauh.

Sepertinya Shinhye sedang beruntung, karena tak lama kemudian bus itu berhenti, menunggunya sampai naik barulah roda-roda di bawah badan bus kembali berputar.

“Yyaa!! Kamu baik-baik saja? Kamu pakai saja mantelku ini. Aku masih punya satu. Ternyata tidak percuma pagi ini aku memakai dua mantel sekaligus.” Kata Shinhye lega sambil menyerahkan satu mamtel yang sudah dilepasnya pada Yonghwa.

Yonghwa menatap mantel itu lama sekali, berpikir seberapa banyak hutang budi yang harus dibayarkannya saat yeoja itu memerlukan bantuannya.
Tapi saat mulutnya baru saja akan berbicara, Shinhye sudah memasangkan mantel itu menutupi tubuh depannya.
“Cah.. setidaknya dengan begitu rasa dingin itu akan berkurang.” Ujarnya bahagia dan segera duduk di samping Yonghwa dengan riang.

Yonghwa pov

Ada apa dengan yeoja ini?
Kenapa dia begitu baik? Apa dia malaikat?
Seharusnya dia marah atau setidaknya kesal karena aku meninggalkannya begitu saja.

Aku bahkan tidak meminta bantuannya sama sekali.

Aku tidak suka ada tatapan aneh dari orang-orang saat yeoja ini membantuku. Berkesan sekali kalau yeoja ini mengejar cintaku.
Aku benci yeoja seperti itu. Dimana harga dirinya, seharusnya kan namja yang mengejar cintanya, bukan malah sebaliknya.
Atau memang yeoja Korea seperti itu?
Astaga..
Aku harus segera mengurus kepindahanku untuk kembali ke Australia.
Di sana lebih aman dan tenang. Aku bisa homeschooling dengan santai tanpa harus menyentuh salju.

“Yonghwa, ya…
Kita sudah melewatkan arena ski terbaik di daerah ini..
Kita harus kemana sekarang? Bus ini menuju ke Busan, kita tidak bisa kembali lagi.
Jalanan depan itu tidak diperbolehkan untuk laju dua arah.
Kita harus ke Busan dulu untuk bisa kembali kesini.” Tanyanya cemas.
Kedua tangannya bergerak-gerak gelisah, bibirnya sedikit bergetar.
Apa dia kedinginan?

“Yong,ah.. Kamu bawa ponsel? Aku harus menghubungi appa, kita baru akan sampai di sini besok pagi. Bus dari Busan tidak beroperasi kalau sudah jam 6 sore. Sedangkan kita sepertinya akan baru akan sampai pukul setengah tujuh. Bisakah aku meminjam ponselmu untuk minta jemputan?
Aku tidak punya keluarga di Busan…” tanyanya lagi lebih khawatir.
Sekarang terlihat sekali guratan kecemasan itu di matanya.
Aku juga tidak bawa ponsel, aku tidak pernah ke sekolah membawa ponsel.

Busan,
Kota apa itu?
Aku baru mendengarnya sekali ini. Apa itu kota yang menakutkan? Atau jangan-jangan lebih banyak salju di sana?
Astaga…
Tidak bisa seperti itu.

“Yong… aku pinjam ponselmu, kamu bawa ponsel kan…”

Aku menggeleng.
Ku lihat dia tampak kecewa. Wajahnya tertunduk dalam.

Astaga..
Kenapa hari pertamaku sekolah seperti ini?
Sudah tidak masuk di hari pertama, seharusnya aku menerima saja bujukan Kang ahjussi untuk naik mobil, sepulang sekolah Minhyuk pasti mau aku ajak naik bus.
Namja itu kan memang selalu naik bus.
Tapi, karena pagi-pagi sekali setelah aku keluar kamar dan melihat Minhyuk berdiri di depan kamarku sambil membawa baki berisi sarapan, moodku untuk bersosialisasi langsung hilang.
Itu terlalu berlebihan.
Selama ini aku tinggal sendiri.

“Yong… Kamu tidak apa-apa kan kalau menginap di Busan, besok pagi-pagi kita langsung berangkat dengan bus pertama. Aku janji. Ya..”

Aku hanya mengangguk, tidak berniat juga menjawabnya dengan kata-kata.
Suaraku pasti terlihat sekali kalau aku kedinginan tingkat tinggi.
Tapi..
Aku bersyukur juga sih, aku tidak perlu menanggapi setiap pertanyaannya.

“Yong… Nanti aku akan menghubungi Minhyuk juga supaya tidak khawatir dengan kita. Minhyuk pasti seharian ini bingung, gelisah menunggu kita.” Ucapnya santai.

Sepertinya yeoja ini memang tidak banyak mendendam.
Lihat saja, wajahnya sudah berseri-seri lagi menikmati pemandangan tepi jalan.

“Kamu pernah bepergian?”

Pernah, dulu sebelum eomma meninggal. Jawabku dalam hati sembari memalingkan wajahku ke arah berlawanan.
Kami sekarang fokus dengan obyek kami masing-masing.
Penumpang bus masih penuh, tapi tidak lagi sesak seperti tadi.
Aku sedikit bersyukur lagi karena sekarang mereka tidak melihatku seperti seorang penjahat. Mereka sudah mulai mengacuhkanku,
aku merindukan ketidakpedulian.

“Yong… Mana yang kamu pilih sebagai ungkapan perpisahan? Banyak orang yang melakukan pelukan hangat sambil berurai air mata, tidak sedikit juga mereka berbagi ciuman manis di bawah guyuran hujan.
Atau malah tidak dari keduanya.” Shinhye terdiam. Aku masih bingung dengan pertanyaannya. Untuk apa dia bertanya hal seperti itu, apa dia mau pergi jauh ? Tidak kembali lagi di sini, setidaknya sampai aku kembali lagi ke Australia, aku pasti sangat senang.

“Yong… Mana yang kamu pilih?” tanyanya lagi lebih pelan, suaranya melembut, tidak ada paksaan atau hal negatif lainnya yang terdengar dari maksud ucapannya.
Aku selama ini sangat pandai memprediksikan sesuatu. Dan aku yakin, gadis ini pasti ingin mengucapkan perpisahan denganku.

Dan…
Entah siapa yang memulainya lebih dulu, tangan kirinya sekarang meremas seragamku kuat-kuat sementara tangan kanannya yang tanpa sadar aku tahan dengan tangan tergolek lemah dalam genggamanku.
Kami diam beberapa detik sebelum akhirnya semuanya mengalir begitu saja. Seperti air terjun yang turun bebas dari ketinggian menuju muara sungai landai di bawah gunung. Bebatuan dan pepohonan di sekitarnya seakan ikut bergerak seirama, menjawab pertanyaan tak terucap yang ternyata salah aku mengerti.
Aku baru menyadarinya, aku salah.
Tapi dalam waktu yang bersamaan pula aku tidak bisa menghentikan kesalahan ini dengan mudah.
Semuanya terlalu asing namun menyenangkan. Dan saat aku membuka mata, kulihat pipinya sudah basah oleh air mata.

“Mianhae.” Sesalku singkat.

Ah..bahkan aku masih belum bisa mengatakan permintaan maaf dengan benar.
Seharusnya aku bersikap sopan, bukannya malah tetap memasang topeng dingin ini yang sudah seperti menyatu dengan wajah asliku.
Aku baru tersadar, aku lupa bagaimana caranya tersenyum dengan benar.

“Itu tadi…. Ciuman pertamku.” Akunya lirih.

Aku kembali terdiam. Membiarkan bus ini melaju menembus salju yang mulai turun lagi.
Sungguh, aku membencinya.

Yonghwa pov end

 

—oOo—

“Apa Yonghwa belum menelpon?”

“Belum, appa… Minhyuk sudah meminta bantuan pada teman-teman untuk siapa saja yang keluar malam ini untuk menghubungi Minhyuk kalau melihat Yonghwa..” jelas Minhyuk ikut khawatir saat detak jarum jam di dinding ruang tamunya terus bergerak maju.
5 menit lagi sudah hampir pukul 7 malam.

Jonghyun dan Jungshin yang duduk mengapit Minhyuk hanya bisa ikut prihatin mendengar teman baru yang bahkan belum mereka temui sekarang menghilang.
Tuan Kang berdiri mondar mandir di depan pintu sembari terus menatap halaman rumahnya yang luas.
Berharap penghuni baru rumahnya segera muncul dari balik pagar tembok lalu mengatakan dirinya baik-baik saja. Tapi hingga beberapa saat lamanya harapan itu tidak terjadi juga.

“Hyung.. apa Yonghwa itu kabur dari sini dan kembali lagi ke Australia secara diam-diam?” tanya Jungshin berbisik yang langsung dijawab dengan jitakan keras di kepalanya oleh Jonghyun. Jari-jari panjang Jungshin segera mengelus sendiri kepalanya, meredam rasa nyeri karena tindakan kasar kakaknya. Sekalipun ia sendiri tahu kalau pertanyaannya memang sangat tidak membantu.

Telpon rumah berbunyi nyaring.
Ketiga sahabat itu hanya berharap-harap cemas saat Tuan Kang bergegas mengangkatnya sebelum deringan kedua, “yeoboseo…”
Kening Tuan Kang berkerut, lalu tak lama kemudian membanting gagang telpon rumahnya begitu saja saat kalimat pertama yang didengar tidak sesuai yang diinginkan.

“Selamat malam, kami dari agen pencarian bakat, apakah anda berminat menjadi artis? Kami siap menjadikan artis internasional yang…”

“Memangnya jadi artis itu enak? ” gerutu Tuan Kang kesal.

Jonghyun memutar kedua matanya cepat sebelum kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Ekspresi dinginnya malah membuat Minhyuk semakin kehilangan moodnya saat tanpa sengaja melihat Jonghyun mulai memejamkan matanya lagi.

“Sabar… nanti aku yang mengurusnya..” Jungshin berbisik di telinga Minhyuk pelan.
Minhyuk acuh, memilih untuk diam sembari terus menggeser, menekan layar ponselnya cepat atau tersentak kaget ketika angin malam di musim dingin ini menerobos masuk ke dalam rumahnya.
Ingin rasanya beranjak menutup pintu, tapi kakinya masih sangat malas untuk bergerak.

“Apa kalian benar-benar tidak tahu dimana Yonghwa?” tuding Tuan Kang nyalang.

Kekhawatiran yang sudah hampir mencapai titik tertinggi membuat emosinya meluap-luap tak terkendali.
Ketiga sahabat itu hanya menggeleng lemah sambil merapatkan jarak.
Tuan Kang terkenal dengan tindakan tak terduganya.
Walaupun memang tak pernah bermain kasar, tapi pemikiran orang siapa yang bisa tahu dengan pasti.

Telpon kembari berdering.
Sudah deringan ketiga, namun tidak juga seorang pun mengangkatnya.
Jungshin yang merasa paling dekat dengan gagang telpon itu mau tak mau harus berbesar hati mengangkatnya.
Sekalipun ia takut kesal juga kalau ini termasuk dalam telpon iseng seperti sebelumnya.
Kenapa hari ini banyak sekali telpon iseng menjengkelkan?

“Yeoboseo…”

“…….”

“Nugu? ”

“…….”

“Yong….hwa…” ulang Jungshin terbata.

Sontak, kini seluruh pasang mata tertuju ke arahnya. Jungshin seperti menjadi pencuri ayam yang tertangkap basah melakukan aksinya di siang bolong.
Minhyuk segera berdiri, mengambil alih pembicaraan.

“Yeoboseo… Yonghwa..ini Yonghwa bukan? Jung Yonghwa?”

“,…………….”

“Jinjja????” pekik Minhyuk kaget.

Tuan Kang segera merapat pada Minhyuk, bertanya dalam pandangan matanya namun tak dijawab oleh anaknya.

Minhyuk masih mendengarkan suara dari seberang sana dengan konsentrasi tingkat tinggi, takut kalau-kalau ada satu kata yang tertinggal bisa membuat dunia berakhir.

“Ye… Arraseo.” Ucap Minhyuk agak lega sebelum akhirnya meletakkan gagang telpon itu kembali pada tempatnya.
Pelan.

“Hyukie,ah..apa itu Yonghwa? Yonghwa kita?” tanya Tuan Kang tak sabar. Tangannya mengguncang tubuh Minhyuk kencang yang tiba-tiba membeku dengan pelan.

Jungshin dan Jonghyun hanya saling berpandangan ikut khawatir, tak mengerti namun juga lega karena akhirnya mereka mendapatkan akhir penantian panjang yang menegangkan.

“Yonghwa.. Yonghwa dan Shinhye…”

“Mwo? Yonghwa dan Shinhye?” sela Jungshin tertahan. Kini ia ikut berdiri sejajar dengan ayah dan anak yang terus berpandangan.
Jonghyun menariknya kembali agar ia duduk, Jungshin mendengus kesal.
Bagaimana mungkin Shinhye bisa bersama Yonghwa.

“Yonghwa dan Shinhye sekarang di Busan. Mereka akan menginap di sana, dan besok baru kembali ke sini naik bus pertama.”

“Mwooo????”

.
.
.
—oOo—

.

.

.

Jungshin berjalan mondar mandir mengelilingi meja bundar di pojok ruang keluarga Tuan Park. Tangannya bersedekap erat di depan dada, dan sesekali ia menggigit jari kelingkingnya tak sabar. Kemeja sekolahnya yang masih melekat terlihat lusuh, lipatan-lipatan tak teratur di bagian bawah kemeja sangat banyak karena beberapa kali ditarik ulur olehnyanya. Berbeda sekali dengan dua sahabat dan Tuan Kang di sofa panjang dekat lukisan seekor burung merak berwarna pelangi. Ketiga orang di sana tampak tenang, lebih tepatnya berfikir. Terutama namja putih di ujung sofa sebelah kiri, siapa lagi kalau bukan Jonghyun, namja paling tenang bagaimanapun keadaan yang terjadi di sekitarnya. Mungkin saat kebakaran pun namja itu masih akan dengan santai berjalan keluar dari tempatnya tanpa mengkhawatirkan sebuah tiang atau tembok runtuh mengenai tubuhnya.
Itu keterlaluan pastinya. Ckckck…
Hanya sekali ia terlihat gusar saat ponselnya bergetar dan sebuah pesan masuk namun tidak sesuai keinginannya. Sudut bibirnya yang tipis itu mencebik kecil sebelum kembali dalam dunianya sendiri.
Sementara Minhyuk hanya memfokuskan seluruh pikirannya pada layar notebook kecilnya, mengacuhkan gumaman tak jelas dari Jonghyun beberapa saat lalu, saat bertanya dimana ia bisa mengambil air dingin.

“Kita susul mereka sekarang.” Kata Tuan Kang tiba-tiba setelah berdiri tegak seperti sebuah robot yang akan langsung bergerak ketika salah satu tombolnya di tekan seseorang. Tuan Kang pun sekarang tidak memperlihatkan ekspresi apapun kecuali khawatir.
Cerita-cerita Tuan Jung padanya tempo hari tentang bagaimana Yonghwa di musim dingin terus saja merongrong akal sehatnya. Bayangan orang diam seperti batu di dengan hamparan salju yang sudah membekukan ribuan daun kering segera menaikkan level nada peringatannya. Menyuruhnya segera bertindak sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

“Kemana appa? Busan? Busan sebelah mana? Walaupun mereka pasti tidak jauh dari terminal, pasti kita juga tidak mungkin mengetuk setiap pintu di penginapan. Kita hanya akan mendapatkan makian karena bertamu tengah malam.” Tolak Minhyuk langsung. 5 menit sebelumnya pikiran seperti itu sudah muncul padanya, tapi di saat yang bersamaan pula segala logika di kepalanya membantah keras.
Itu hanya tindakan bodoh tanpa menghasilkan apapun, selain kekecewaan dan kekesalan.

“Tapi kita juga tidak mungkin membiarkan mereka berdua dalam satu ruangan, hyung.. Itu melanggar aturan keluarga kita!” Ucap Jungshin berapi-api yang sudah ikut bergabung kembali dan merebut notebook dari tangan Minhyuk, menutupnya langsung.
Minhyuk menantang.
Baru saja Minhyuk hendak memprotes tindakan sahabatnya yang mengganggu konsentrasinya untuk menemukan beberapa petunjuk dimana Yonghwa dan Shinhye, Jonghyun sudah berdiri di samping Jungshin dan menariknya paksa setelah membungkuk, meminta ijin pulang pada si tuan rumah.

 

“Hati-hati hyung…Jungshi,ah…” seru Minhyuk sedikit kencang.

 

Jonghyun hanya melambaikan tangannya pelan dan terus mengapit Jungshin yang terus memberontak.
Minhyuk dan Tuan Kang kembali duduk saat dua bersaudara itu sudah masuk ke dalam mobil mereka.
Tidak mungkin Tuan Kang membiarkan anak sahabat dan juga sekaligus sahabat anak satu-satunya berjalan ke halte bus saat seperti ini.
Kondisinya tidak bisa diprediksikan dengan mudah.

Tuan Kang berdiri lagi, “Kita tidak bisa melakukan apa-apa?” tanya Tuan Kang frustasi.

 

Tuan Jung, sahabatnya, sudah mempercayakan Yonghwa padanya selama di Korea. Berarti Yonghwa juga seperti Minhyuk, anaknya yang harus selalu dipastikan aman. Apa yang harus dikatakan pada sahabatnya itu kalau terjadi sesuatu di Busan dan Shinhye tidak bisa mengatasinya? Bagaimanapun Shinhye hanya seorang yeoja biasa yang tentu tidaklah kuat untuk membopong Yonghwa ke tempat hangat kalau namja pembenci salju itu tiba-tiba membeku.
Apalagi Tuan Kang sangat ingat, tadi pagi Yonghwa hanya mengenakan mantel biasa, tanpa baju hangat lainnya seperti pertama kali Yonghwa dijemputnya di bandara.

 

“Tenang appa, Shinhye pasti tahu apa yang harus dilakukannya kalau terjadi sesuatu. Shinhye bukan orang bodoh. Jadi, appa tenang ne..” jawab Minhyuk menenangkan.

 

Menenangkan ayah dan dirinya sendiri tentunya, yang sebenarnya juga tak kalah frustasi serta khawatir dengan ayahnya. Kalau saja informasi penginapan di Busan lebih detail lagi, dimana-mana saja mereka masih membuka pintu untuk pengunjung malam. Pasti sudah dari tadi ia bergegas berangkat menyusul tanpa menunggu sampai pukul 8 malam.

“Appa harus menghubungi ayah Yonghwa dulu.”

 

“Jangan berlebihan, appa… ini sudah tengah malam di tempat Jung ahjussi. Bisa-bisa Jung ahjussi juga terbang ke Korea saat itu juga kalau sampai tahu Yonghwa berada di luar rumah. Kita tunggu sampai besok ne… kalau sampai besok mereka belum datang ke sekolah, kita hubungi Jung ahjussi.”

 

“Baiklah.”

Minhyuk segera menghirup udara sebanyak-banyaknya saat ayahnya sudah berdiri dan mulai menaiki tangga tak jauh dari tempatnya.
Dadanya sedikit sesak karena terus memikirkan sesuatu tanpa bisa bertindak untuk menyelesaikannya.
Matanya menerawang jauh menembus kegelapan malam lewat jendelanya yang masih terbuka. Suasana gelap dengan sedikit cahaya bulan, berhiaskan salju yang lagi-lagi turun perlahan. Mempertebal lapisannya pada setiap ruas jalan tak berujung. Terus menutupi permukaan hijau dedaunan yang masih terlihat semburat hijaunya.

Namja sipit nan imut itu sekarang berbaring miring di atas sofa. Menumpukan kepalanya yang terasa berat, pusing memikirkan sahabat dan saudara barunya yang sekarang entah bagaimana keadaannya.
Ia tahu pasti, tidak akan ada masalah dengan Shinhye. Yeoja itu sudah sangat mengerti dan paham kondisi tubuhnya terhadap musim dingin. Ia hanya mengkhawatirkan bagaimana keadaan Yonghwa.
Dari penjelasan ayahnya kemarin malam dan juga raut wajah ayahnya beberapa menit yang lalu, sudah dapat dipastikan kalau Yonghwa benar-benar tidak bisa berkompromi dalam bentuk apapun dengan dingin serta salju.
Namja itu terlalu rapuh untuk hal ini.

“Oh Tuhan… semoga mereka berdua baik-baik saja…”

Semilir angin yang mulai membekukan dari luar membuat Minhyuk bangkit. Menutup rapat jendela di depannya dan beranjak naik ke kamarnya sendiri.
Sudah tidak ada yang bisa dilakukannya lagi malam ini. Ia hanya bisa menunggu.
Menunggu esok hari di depan sekolah dan berharap sebuah bis dari Busan berhenti di hadapannya. Lalu dengan hati yang lega, dia akan menghubungi ayahnya agar tidak perlu cemas lagi karena Yonghwa dan Shinhye kembali dalam keadaan baik-baik saja.
Yah.. hanya itu satu-satunya jalan yang dimilikinya.

—oOo—

Deru mesin halus dari puluhan bis di dalam terminal yang masih sangat ramai sekalipun hari sudah gelap dan salju terus saja turun terdengar bagai alunan musik pengantar kepergian dan ucapan selamat datang bagi orang-orang di dalamnya.
Lampu-lampu terang pada setiap toko tertutup masih tetap bisa menjelaskan apa yang terjadi di dalamnya. Toko yang setiap kaca depan serta pintunya terbuat dari kaca, sehingga memudahkan setiap orang untuk tahu kemana mereka harus pergi untuk membeli barang atau makanan yang mereka butuhkan.
Setiap orang bergandengan erat dengan pasangannya. Ibu dengan anak perempuannya, ayah dengan putri kecilnya, sopir bus bersama istrinya yang menjemput atau dua sejoli pasangan kekasih atau mungkin suami istri, berjalan agak cepat menembus salju sembari bercengkrama ringan untuk sedikit menghilangkan rasa dingin yang mengutuk.
Tapi tidak dengan dua remaja di dalam bus warna biru muda pada barisan belakang, paling belakang hingga saat menengok ke kiri hanya akan menemukan tembok tinggi, tembok pembatas antara terminal ini dan bangunan lain di sampingnya. Keduanya masih tertidur dalam posisi saling menyandar dan berpelukan. Mantel pink yang tadinya hanya menutupi salah seorangnya kini menutupi keduanya. Sebuah palto berwarna sama berada di atasnya. Menutupi tangan sampai bawah kaki mereka.

“Euhhmm…” erang Shinhye pelan.

 

Dalam matanya yang masih tertutup, kepalanya bergerak pelan, mencari posisi lebih nyaman sampai akhirnya tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya pada dada Yonghwa. Yonghwa yang satu detik lalu membuka matanya lebar, tidak berani menggerakkan sedikitpun tubuhnya karena melihat seorang yeoja tengah memeluknya.

Yonghwa melirik ke kiri dan kanan, mencari tahu dimana tempatnya sekarang dan segera menyadari, ia masih berada di dalam bis yang sama dengan beberapa jam lalu dinaikinya.

Ia mengingat-ingat semua hal sebelum ia tertidur dan bangun dengan keadaan seperti ini. Namja itu mengerutkan keningnya dalam ketika tidak menemukan apa yang dicarinya. Tidak ada apa-apa. Kecuali ia mengingat kalau tanpa diduganya bus yang dinaikinya menyalakan penghangat ruangan. Rasa beku yang mulai menjalari kaki dan tangannya perlahan menghilang, digantikan dengan rasa hangat yang sangat disukainya.
Ia masih ingat, Shinhye menggerutu kesal saat protesnya untuk sedikit mengurangi angka pada penghangat tidak dihiraukan. Yonghwa masih ingat bagaimana beraninya yeoja yang sekarang semakin terlelap dalam mimpinya membuka mantel dan menyuruhnya memakai bersamaan. Tentu ia sangat beruntung dan bersyukur karena keanehan teman barunya masih bisa membantu keadaannya. Sekalipun tanpa dijelaskan, tidak bermaksud menjelaskan juga sebenarnya, Shinhye sudah menyelamatkannya kali ini.
Dan sebagai tanda balas budinya, tidak ada salahnya kan membiarkan Shinhye tetap tertidur seperti ini sembari menunggu hari pagi.
Toh, selama dia di Amerika dan Australia, ia sudah sering seperti ini bersama adik angkatnya.

 

“Ya, seperti itu Yong. Bayangkan dia adikmu…” gumamnya pelan.

Seorang petugas kebersihan yang baru saja naik melotot pada Yonghwa. Raut tak suka yang terpancar jelas dari matanya membuat Yonghwa menautkan alis, ‘apa yang salah? ‘

“Kalian sedang apa di sini? ” gertaknya keras.

Suaranya melengking tinggi, dan itu pasti membangunkan orang yang tengah tidur pulas.

“Berani-beraninya kalian memakai bus ini untuk….” kata-kata terputus saat melihat Shinhye mulai mengerjab-ngerjabkan matanya pelan sambil melepaskan tangannya dari Yonghwa.

Yonghwa menghembuskan nafasnya lega.

“Shinhye!! Park Shinhye!!” Panggil orang itu memastikan.

Shinhye yang merasa namanya dipanggil segera menoleh, memperhatikan seorang wanita berumur 50 tahun yang tengah berdiri di dekat pintu sambil menenteng keranjang sampah dan sapu.
Shinhye segera berdiri senang, “Chun ahjumma!!!”

“Ya ampun Shinhye… sedang apa di sini? Kenapa bisa kamu bersama namja seperti itu? Apa dia itu temanmu?” tanya wanita yang dipanggil Chun oleh Shinhye itu sembari membalas pelukan dari anak mantan majikannya dulu. Terdengar sekali, nada tak suka dari ucapannya saat mengucapkan kata namja itu. Seolah-olah menuduh seseorang atas tindak kejahatan besar pada salah seorang anggota keluarga atau kerabat dekatnya.

 

“Dia temanku, ahjumma.. namanya Jung Yonghwa..” jelas Shinhye ramah. Senyum lebar di wajah cantiknya membuat kerut pada kening pengasuhnya dulu hilang. Berganti dengan senyum hangat yang membuat wajahnya berbinar senang.

 

“Kajja ikut ahjumma, ahjumma punya rumah kecil dekat sini. Kamu pasti tidak merencanakan ini kan..”

“Benarkah?? Wah.. Shinhye senang sekali.. tapi teman Shinhye juga ikut ya.. Kami datang berdua ahjumma, tidak mungkin Shinhye meninggalkannya sendiri di sini…”

Nyonya Chun tampak berfikir sejenak. Memperhatikan Yonghwa dari kepala sampai kaki beberapa kali sebelum akhirnya menyetujui permintaan Shinhye. Wanita yang sudah mengasuh yeoja periang dan berhati lembut selama 10 tahun itu, tahu pasti kalau Shinhye tidak mungkin mau berteman dengan anak-anak berandalan.

 

“Tenang ahjumma, Yonghwa namja yang baik kok. Dia teman baru Shinhye, pindahan dari Amerika.” Jelas Shinhye sopan, ia tahu apa yang tengah di pikirkan wanita penyanyang di depannya ini.

 

“Baiklah, kajja..”

 

Shinhye mengangguk antusias, berbalik mengambil tasnya lalu menarik tangan Yonghwa agar cepat mengikutinya.
Yonghwa hanya diam, mengikuti.

Yonghwa pov

Kemana mereka akan pergi?
Shinhye dan ahjumma itu terus saja tertawa selama perjalanan. Sesekali mereka menyapa orang-orang aneh yang berpapasan di persimpangan jalan. Tidak aneh sebenarnya, aku tidak mengenal mereka. Mungkin itu masalahnya.
Sepertinya ahjumma Chun adalah orang yang dikenali di daerah sini. Tidak sedikit orang yang lebih tua darinya membungkuk hormat saat kami melewati mereka.
Shinhye tampak sangat membaur dengan mudah. Keceriaan yeoja itu tak ada hentinya membuat orang-orang ikut tersenyum riang saat dia tersenyum.
Aku jadi teringat padanya.
Kira-kira bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia masih sering berdiri di atas atap sambil menghitung bintang?
Aku merindukannya…

“Yong..kita kesini ya.. tidak masalah kan…” tanya Shinhye sedikit khawatir ketika kami sampai di depan sebuah rumah kecil tak berjendela di ujung gang. Rumah-rumah besar di sekelilingnya membuat rumah ini seperti sebuah pondok tak berpenghuni, kecil, kotor, dan terpencil.

Aku mengangguk.
Tidak ada gunanya juga menolak. Aku bahkan tidak tahu dimana tempatku sekarang. Aku tahu aku di Busan, tapi tetap saja aku tak tahu dimana Busan itu.
Apa Busan itu kota lain di luar Korea?
Rasanya nama Busan itu sedikit familiar. Aku pernah mendengarnya. Tapi tak tahu dimana.

“Waahh.. ini rumah ahjumma? Nyaman sekali… Shinhye pasti lain kali akan main kesini lagi. Pasti appa sangat senang kalau Shinhye mengajaknya kesini…” kata Shinhye semangat saat kami sudah masuk ke dalam rumah.

 

Shinhye benar, rumah ini terasa sangat nyaman, beda sekali dengan jika di lihat dari luar tadi.

“Kau ini Shin…tidak berubah dari dulu. Jangan terlalu baik, nanti kamu bisa sakit hati sendiri kalau orang lain tidak bisa membalas perbuatan baikmu…” ujar Chun ahjumma sambil melirikku.

 

Shinhye tertawa kecil sembari membisikkan sesuatu ke telinga Chun ahjumma.
Sepertinya dia tahu, wanita itu tidak menyukaiku.

Aku memilih untuk diam sambil terus, mau tak mau harus mendengar obrolan ringan dari dua yeoja berbeda usia namun tetap terlihat akrab dan menyenangkan.

Aku semakin merindukannya.

“Shin..kamu sudah makan?”

 

“Belum ahjumma, dari tadi pagi Shinhye belum makan. Sarapan pun tidak. Tadi Shinhye buru-buru sekali…”

 

“Mau ahjumma masakkan ramen?”

 

“Ah..tidak usah ahjumma, cukup teh panas saja. Shinhye tidak makan ramen…”

 

“Baiklah… Bagaimana kabar Tuan Park? Apa masih bekerja di perusahaan? Seharusnya pensiun saja, toh kakakmu juga sudah bisa mengurus perusahaan. Masa tua harus digunakan sebaik-baiknya…”

 

“Ahjumma seperti tidak tahu saja, appa kan keras kepala…”

 

“Sama sepertimu…”

“Hehe…kita kan ayah dan anak….”

Ayah dan anak…
Ckck..
Sebegitu menyenangkankah rasanya?

“Yong… Kamu capek? Ingin tidur? Di situ ada kamar, kamu pakai saja, aku sama Chun ahjumma akan tidur di sini. Besok pagi-pagi aku akan membangunkanmu..” tanyanya tiba-tiba.

 

Aku baru menyadari, di sini hanya ada satu kamar, dan baru saja Shinhye memintaku untuk tidur di kamar sementara dia di sini?
Yang benar saja, memangnya aku laki-laki gila. Membiarkan wanita tidur di bawah sementara aku di atas berselimut tebal.

“Aku tidur di sini. Dan lebih baik kamu cepat tidur.” Jawabku tegas. Cepat-cepat duduk di atas satu-satunya kursi empuk di dalam ruangan ini dan membelakanginya.
Bisa ku dengar Chun ahjumma berbisik, pasti menyuruh Shinhye membiarkanku.

Aku masih tidak belum tahu bagaimana harus bersikap. Lebih baik aku tidur saja. Dari pada rasa dingin yang aku tahan dari tadi pagi semakin membuatku kehilangan kendali.

“Jaljjayo,Yong…” ucap Shinhye lembut sebelum akhirnya menutup pintu kamar yang letaknya hanya beberapa langkah saja dari sini.

Aku sedikit lega.
Aku bisa menggigil bebas tanpa takut dianggap lemah oleh Shinhye.
Bukannya malu, tapi aku tidak mau saja memberikan kesan tidak baik padanya saat pertama kalinya bertemu.
Tapi…
Aku sudah memberikan kesan tidak baik padanya tadi siang.
Ciuman itu..
Argh.. bagaimana mungkin aku bisa menafsirkan pertanyaannya menjadi sangat serius? Sampai-sampai aku menjawabnya dengan tindakan langsung.
Dan itu…ciuman pertamanya.
Astaga…
Jung Yonghwa pabbo!

Tapi..

“Yong…kamu sudah tidur? ” aku segera bangun.
Kaget sebenarnya. Shinhye sudah berdiri di belakangku sambil tersenyum.
Aku menggeleng.

“Hhmm… Kajja ikut aku…”

 

Aku menaikkan alisku tak mengerti. Mau kemana malam-malam begini? Di luar kan salju turun…

 

“Chun ahjumma sudah mengijinkan. Kita hanya akan duduk di belakang rumah ini kok. Tenang saja..”

 

Aku mengangguk mengikutinya.
Tidak enak harus menolak.

Shinhye membuka pintu belakang rumah perlahan. Pertama-tama yang aku rasakan hanya rasa dingin. Dingin mencekam.
Shinhye mengajakku duduk di bangku kecil dekat pintu.
Ternyata belakang rumah ini bukanlah lapangan kosong atau semak belukar seperti yang aku kira tadi. Taman luas berisi ribuan bunga dengan kaca berlapis yang menghalangi salju ikut membekukannya seperti di luar.
Lampu penerangannya hanya satu, tapi sudah cukup untuk bisa membuat orang tahu betul bagaimana keadaan taman ini dari sini.
Aku mengeratkan mantel lebih erat.

“Chun ahjumma sebenarnya adalah orang kaya. Tapi beliau tidak mau menunjukkannya pada orang-orang. Awalnya tidak ada yang tahu, tapi lama kelamaan pasti juga terbongkar semua. Kebenaran pasti akan terungkap.” Shinhye berhenti sejenak, memetik sebuah bunga melati putih kecil di depannya dan menghirup baunya yang wangi.

 

“Chun ahjumma bekerja sebagai petugas kebersihan di terminal, aku tidak menyangka. Terminal ini yang dipilihnya. Makanya aku tadi sempat panik dimana harus tidur malam ini di Busan. Apa kamu tadi takut?”

Aku menggeleng. Dia tertawa.

“Aku heran, kenapa kamu begitu dingin? Kamu tidak pernah mengucapkan sepatah katapun kecuali mianhae saat di bus tadi. Aku sangat penasaran denganmu, Yong… Kamu seperti salju. Salju yang lembut, beku, dingin, keras, dan kadang menyakiti saat suhunya benar-benar rendah. Aku sangat menyukai salju. Jadi, mungkin aku akan menyukaimu. Kamu tidak keberatan kan?”

Aku membelalak tak percaya. Bagaimana mungkin seorang yeoja berani mengatakan hal seperti itu pada namja yang baru di kenalnya? Bahkan dia tidak tahu bagaimana aku, mana mungkin dia dengan mudahnya mengatakan akan menyukaiku?

“Lihatlah..” serunya sambil menunjuk atap kaca di atas kami.

 

Aku terperangah.
Ini pertama kalinya aku melihat salju turun dengan begitu indah.
Salju itu menempel di kaca, tak lama, karena setelahnya salju itu akan mulai mencair sedikit demi sedikit.
Seperti hujan.
Aku menyukai hujan.
Air yang menetes mengenai kepalaku dan mulai turun menuruni wajah sampai akhirnya air semakin banyak, membasahi seluruh tubuhku. Membawaku ke dalam alirannya yang tenang, menghanyutkan.
Aku seperti terbawa oleh mesin waktu tak berpintu, terus berjalan tanpa beban.

“Salju begitu indah, Yong… Dan aku menyukainya. Sangat menyukainya… Sama, sepertiku saat melihatmu tadi pagi. Dingin. Aku menyukaimu… Mungkin terdengar aneh, kita baru bertemu tadi pagi, tapi.. Kamu belum tahu kan, aku menyukai salju lebih dari apapun. Lebih dari diriku sendiri. Selama ini orang-orang di sekelilingku selalu hangat.  Aku memang menyukainya, sangat malahan. Tapi, aku lebih menyukai salju. Aku menyukai dingin. Dan aku mulai menyukaimu, Jung Yonghwa,ssi…”

Yonghwa pov end

.

.

.

—oOo—

.

.

.

School

 

Suasana hening di dalam kelas XII A1 sudah berlangsung lebih dari 30 menit sejak Mrs. Bie masuk. Membawa setumpuk buku tebal bersampul polos bertuliskan nama masing-masing siswa. Jonghyun sudah selesai membagikan buku-buku yang dibawa Mrs. Bie secara acak, lalu duduk di bangkunya sendiri dan menulis pada lembar ke 10 buku yang ada di mejanya. Senyum tipisnya terukir pelan ketika membaca nama yang ada di halaman sebelumnya, Park Shinhye.
Ini adalah pelajaran paling menyenangkan untuknya setelah musik dan matematika. Pelajaran yang mengharuskan seseorang menuliskan tentang catatan selama satu minggu tentang nama terakhir di catatan sebelumnya. Dan beruntungnya dia dalam hal ini, karena sejak awal selalu nama Shinhye yang didapatnya.
Dengan semangat ia mulai menggoreskan kata demi kata indah bersama lesung pipi yang semakin terlihat jelas.

~ Aku menemukan satu butir salju yang menempel di atas ribuan pasir putih dalam kantong. Mengambilnya dan berharap butiran kecil itu akan tetap utuh ketika aku mengenggamnya. Tapi tahukah ribuan salju di luar sana, jika lebih banyak rasa dingin lagi seekor beruang pasti merobohkan rumahnya begitu saja. Fighting, my bear… ~

Jonghyun pov

Lihatlah Hye,
Di luar sana salju semakin banyak. Pasti lebih menyenangkan kalau kita bisa segera datang ke gunung dan mendaki bersama. Aku ingin mengulang tahun-tahun lalu yang kita lewati dulu. Bisakah tahun baru ini kita melakukannya lagi? Hiking? Berdua? Pasti lebih menyenangkan, aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu nanti.

Hari ini kamu sangat berbeda. Di samping anak baru itu, Yonghwa, kamu terus saja tersenyum dan berceloteh riang. Menuliskan kalimat-kalimatmu di atas lembaran buku pertamanya.
Aku ingin tahu apa yang kamu tuliskan, apa kamu juga menuliskan sesuatu sepertiku? Tentang salju? Sedingin apakah dia? Apakah dia lebih dingin dari yang aku pikirkan, sampai kamu tidak bisa mengalihkan pandanganmu darinya? Dan juga, apa yang kalian lakukan kemarin di bus? Kalian begadang semalaman sambil memandang salju? Bercerita? Atau kamu sendiri yang bercerita?
Dia bahkan tidak pernah sekalipun menjawab pertanyaanmu sejak tadi pagi kalian datang. Apakah dia sangat mirip dengan saljumu? Dingin, lembut, dan menyakitkan. Itukah yang kamu inginkah?
Lalu, haruskah aku juga melakukan hal yang sama? Menjadi lebih beku melebihinya dan membuatmu hanya melihatku? Bolehkah aku melakukannya?

Jonghyun pov end

“Lee Jonghyun,ssi.. sampai kapan anda akan terus melamun? Apa perlu saya bawakan air es ke sini dan melakukan ice bucket?” Tanya Mrs. Bie marah dengan penggaris besi yang sudah terangkat ke atas, tepat di atas kepala Jonghyun.

Seisi kelas menoleh ke tengah, ke arah Jonghyun yang sekarang sudah berdiri dan membungkuk minta maaf. Sekali ia melirik ke arah Shinhye, dan yeoja itu hanya terkikik pelan padanya. Begitu juga dengan Minhyuk dan Jungshin, mereka hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala beberapa kali sebelum kembali menghadap buku masing-masing.

“Jeongseumnida Bie songsaenim, saya semalam kurang tidur, jadi kurang berkonsentrasi.”

“Bohong songsaenim. Semalam Jonghyun hyung tidur pulas seperti orang mati. Bahkan mengigau pun tidak. Bagaimana bisa kurang tidur? ” celetuk Jungshin iseng sambil menggigit bulpoinnya pelan. Sudut bibirnya terangkat kecil membentuk senyuman. Minhyuk dan Shinhye saling berpandangan lalu tertawa saat suara lengkingan Jungshin menggema. Disusul dengan perintah dari Mrs. Bie yang menyuruh Jonghyun dan Jungshin keluar kelas.

“Siapa lagi yang berani melamun atau bicara sembarangan di kelas saya? Cepat keluar!” Kata Mrs. Bie penuh penekanan sambil memandang garang pada seluruh murid.

 

Tidak ada yang berani menjawab, hanya seorang namja yang duduk di pojok paling depan bersama Shinhye, namja itu bahkan tak sekalipun menengok pada keributan di meja Jonghyun. Dia, Yonghwa, hanya selalu menatap kosong pada lembaran kertas yang sedari tadi hanya berisi satu paragraf. Satu paragraf yang hanya terdiri dari 3 kalimat.

 

“Aku baru pertama kalinya masuk kelas hari ini. Aku tidak tahu siapa itu Lee Jungshin. Dan aku hanya ingin mengucapkan, selamat karena Lee Jungshin bisa menerima tulisan pertamaku di kelas ini.”

Dan dengan Shinhye yang terus saja melirik dengan senyum mengembang, detik demi detik keheningan kembali merayapi setiap inci kelas.

—oOo—

“Hyung… kita pulang bareng ya nanti. Kata appa, nanti Jung ahjussi datang dan akan mengajak hyung ke kantor Park ahjussi.” Minhyuk menyerahkan sebuah mantel milik Yonghwa yang sengaja di bawanya dari rumah tadi pagi.

 

Yonghwa menerimanya, memakai langsung tanpa melepas mantel pink milik Shinhye yang masih melekat.
Pandangan penuh rasa ingin tahu dari seluruh orang yang tengah menyantap makan siangnya, membuat Minhyuk beberapa kali harus berdehem supaya mereka tidak terus memandang penuh harap. Memang bukan padanya, tapi Minhyuk sendiri juga tidak nyaman dengan tatapan seperti itu. Ditambah lagi dengan jawaban Yonghwa yang hanya berupa anggukan kecil tanpa bersuara.

“Nanti aku juga ikut ne. Pasti nanti mau ke kantor appa kan? Pasti Kang ahjussi tidak keberatan. Atau sebaiknya kita ikut saja, biar kita bisa ikut mengobrol bersama. Jung ahjussi sudah lama tidak berkunjung. Aku ingin menagih janjinya dulu.”

 

“Kamu sudah kenal dengan Jung ahjussi? Ayah Yonghwa? ” tanya Minhyuk kaget, begitu juga Yonghwa. Namja itu kini menatap yeoja yang belum pernah ditatapnya langsung dengan tepat. Pandangan mereka bertemu beberapa detik sebelum akhirnya Minhyuk menggeser kursinya untuk lebih dekat dengan Shinhye.
Yonghwa kembali menundukkan pandangannya.

“Belum. Tadi Bie songsaenim memanggilku ke kantor bukan? Itu karena appa menelpon, memberitahu kalau nanti temannya akan datang. Appa bilang temannya itu ayah Yonghwa. Teman baruku.”

 

“Kenapa appa tidak bilang padaku? ” gerutu Minhyuk sambil menyeruput minuman hangatnya dalam sekali tegukan.

 

Shinhye menepuk bahunya keras hingga Minhyuk tersedak dan mereka tertawa bersama.
Mengatakan satu dua kata ejekan yang langsung dibalas dengan ejekan pula. Tawa persahabatan itu mengangkat pandangan Yonghwa. Kedua mata tajam itu hanya memandang penuh tanda tanya. Melihat dan mendengar betapa bahagianya dua sahabat itu. Apakah persahabatan memang begitu menyenangkannya?

Yonghwa pov

Aku melihatnya lagi, aku menemukannya lagi. Tawa ceria yang membuat semua namja melirik padanya. Senyum yang selalu membuat orang lain ikut tersenyum. Wajah ceria yang bagi orang lain sangat menyenangkan tapi menjadi sangat mengesalkan di mataku.
Aku benci seperti itu.
Terus tertawa tanpa merasa kesal ketika seseorang sengaja menabraknya, saat seseorang menumpahkan jus dingin di bajunya, saat seseorang menjegal kakinya sampai lututnya berdarah dan bolos kelas biologi. Kenapa dia tidak sekalipun marah? Kesal saja setidaknya. Tapi dia malah terus tersenyum ramah. Apa maunya? Dicap sebagai malaikat yang bisa mengendalikan perasaan layaknya dewa? Memangnya di mana hatinya? Apa hatinya sudah menjadi beku seperti salju kesukaannya? Salju yang katanya dingin, lembut tapi bisa menyakiti.
Tidak takutkah dia ketika badai datang hatinya bisa lebih terluka lagi kalau terus melawan arus?
Apa bagusnya salju?
Apa enaknya bersembunyi dibalik syal dan mantel tebal tanpa bisa berbasah-basahan bersama hujan?

Eomma meninggal saat salju turun.
Appa kehilangan aku saat salju pertama beberapa tahun lalu.
Dan aku kehilangannya saat salju terakhir di musim dingin tahun lalu.
Bagiku, salju adalah perpisahan. Kenapa Shinhye selalu menganggap bahwa dengan salju dia bisa mendapatkan kebahagiannya? Kebahagiaan macam apa yang di dapatnya?

“Kalian meninggalkan kami. Ada yang tidak kami ketahui?” Itu Jungshin.
Lee Jungshin, nama pertama yang bukunya menjadi tugas pertamaku. Postur tubuhnya tinggi seperti model. Wajahnya cantik, sifatnya sangat apa adanya. Dia tersenyum saat hatinya tersenyum dan akan marah kalau hatinya tersakiti. Tapi kepolosan sifatnya membuat Jungshin sering mendapat pukulan ringan dari Jonghyun.
Namja ice school yang banyak diidolakan semua siswi di sini. Dia juga pandai. Juara dua setelah Shinhye. Kalau di pikir-pikir Shinhye, Jonghyun, Minhyuk dan Jungshin bersahabat bukan hanya karena ayah mereka juga bersahabat. Tapi karena memang mereka berempatlah yang meraih juara 1-4 setiap semester dengan urutan sama. Shinhye juara 1, Jonghyun juara 2, Minhyuk juara 3 dan Jungshin juara 4.

Apa anak-anak yang lain tidak berani ikut berteman?

“Nanti sepulang sekolah kami bertiga mau ke kantor ayah Shinhye sama-sama. Ayah Yonghwa datang.” Jawab Minhyuk menjelaskan.

Uh..aku benci situasi seperti ini. Apa mereka mau berteman denganku juga karena mereka tahu kalau ayahku bersahabat dengan ayah mereka? Ck.

“Jinjja? Sebaiknya kita hubungi appa saja hyung. Reuni dan memberikan pesta penyambutan untuk Yonghwa hyung..” Jungshin mengusulkan dengan intonasinya yang melengking. Beberapa siswa memandang ke arah meja kami.
Sial.

“Boleh. Kajja kita telpon appa.”

 

“Bawa saja sekalian buah duriannya. Pasti Lee ahjussi membawa banyak durian kan sepulang dari Indonesia ..” usul Shinhye.

 

“Benar itu hyung.. aku sudah ingin sekali makan durian..” seru Minhyuk girang sambil berdiri dan mengangkat kedua tangannya ke atas. Shinhye, Jonghyun dan Jungshin menatapnya heran sebelum menjawab, “kamu sedang nyidam ya Hyukie,ah?”

 

“Mwooo???”

 

Dan mereka tertawa lagi. Hanya Jonghyun yang tersenyum kecil menatapku. Aku hanya mengangguk padanya.
Sekedar sopan santun.

Aku hanya berharap bel pulang cepat berbunyi, aku pulang, bertemu appa dan bilang kalau aku tidak cocok di Korea. Terlalu banyak hal menyebalkan di sini. Aku benci semuanya. Aku benci salju. Sangat membencinya.

Dan saat aku menatap jendela kantin yang dipenuhi embun, aku kembali mengingat hujan salju itu…

Yonghwa pov end

 

 

— TBC—

33 thoughts on “[FF Indonesia] That Winter We Fallen In Love (Part 2)

  1. Masa lalu apa yg membuat yonghwa jd sedingin salju….
    Sepertinya jonghyun suka sama shinhye, tp shinhye menyukai yonghwa, lalu siapa yg yonghwa sukai….
    Penasaran…😢😢😢😢

    Like

  2. Disni yong cool bgt, , ,tpi bernarkah jonghyun menyukai shinhye? Akankah terjadi cinta segi tiga disni??? Tambah penasaran. Lanjut yaaaa. . . terima kasih

    Like

  3. Hhooo…jonghyun menyukai Shinhye hihihi
    Penasaran siapa yeoja yang dimaksud Yonghwa ya??
    Gomawoyo wangbie eonni

    Like

  4. Yongie tidak suka salju tapi karakter’y seperti salju..dingiinn..karakter shin yg ceria mlah bkin takut klo2 dia sakit,oh smoga tidak..ngebut bacaa lagi

    Like

  5. Baru pertama ktemu shin udah bilang suka sama yong, lalu bgaimana dgn jong hyun.. Gerrrr karakter yong benar2 dingin, berbicara sj sangat irit. Tp siapa yg diingat oleh yong? Hmm Makin seru..

    Like

  6. Salju,, aku juga salju walo di indonesia ga ada salju tapi suka heheh..
    Karakter yonghwa yang acuh cuek dingin karekter shinhye yang hangat..
    Cocok..

    Like

  7. trnyata diam2 jonghyun suka ma shinhye dy dingin hnya untk mncaribperhatian shinhye?? truz sapa yeoja yg d rindukan yonghwa???
    btw aq agak janggal pas yonghwa dtang dy blg pndahan dr amerika, tp koq yonghwa selalu blg lbih baik kmbli k australia???

    Like

  8. Haaaaaaa, baper…. baperrr…. bapeeer.
    Wah, yongie bener2….. Pake nyium segala, baru aja kenal. Ahh, yg pasti ni ff keren. next part…..

    Like

  9. wah wah keren 😉 tapi bagaimana dengan ciuman itu,sungguh aku tidak mengerti 😀 Jungshin yg tidak sabaran,menyukai shin a/ apa yach? kok terkadang sensitiv tapi g’ marah jg sama yong setelah kejadian itu. Jong cinta yach sama Hye? *sepertinya* dan cinta yong dimasa lalu sepertinya hye 😉 thanks.

    Like

  10. O0h ternyata j0ngHyun jg suka sama shinji . . . .
    SungGuH MEngiGil daku meliHAT sikap abg y0ngie. . .
    Seru seru seru. . .

    Like

  11. Bikin iri ini persahabatannya? Hue mnyukai yong, snang cinta ato snang nmjdi sahabat???

    Like

  12. yong hwa dingin bgt, npa dy bgtu tertutup n lbih ska mnyendiri tnpa mw brsahabat dgn spapun? n npa dy bgitu ksal dg shinhye yg selalu ceria n gk bsa marah?

    Like

  13. Wah si yong dingin banget,inimah bkn sedingin salju,tp sedingin es batu,kkkk…terimakasih thor,ditunggu part selanjutnya,

    Like

  14. Heee aku absennnn dan aku juga pernah baca ff ini hehehehehe awalnya yonghwa dinggin banget sama shinhye tapi makin kesini makin sweettt

    Like

  15. Yonghwa bnar2 sedingin salju .. Dan shin hye bgtu ceria dan bahagia ktka ada salju ..
    Mau sampai kpn yong spt itu??
    Semoga saja yong bsa sdkit bersosialisasi dgn yg lainnya..

    Like

  16. Aduh yong kau emang ice man dah shin hye aja ampe bingung gitu buat bisa bkin kmu senyum meski cuman dkit aja hahhaha bagus yong lanjutkan

    Like

  17. Bener apa yg diungkapkan shinhye dirimu adalah gambaran salju…..
    Moga shinhye dan yonghwa bs lebih dekat lg ditunggu next partnya

    Like

  18. Dia siapakah? Penasarannnn bgt.. Hehehehehehehe.. Ternyata jonghyun suka ama hye.. Ini yonghwa jg ajaib.. Masa ditanya malah tau2 ngekiss??? Hahahahahha… Makasih update nya wangbie..

    Like

  19. Semoga yong hwa bisa bersahabat sama shin hye,minhyuk,jong hyun dan jungshin. Dan kamu yong hwa jangan bersikap dingin sama shin hye,shin hye aja sllu ceria masak kamu gak

    Like

  20. Smga yong cpt bersosialisasi sma shin hye n shbt2x,,,
    Jgn brskap dngin trss,,
    Dtnggu part slnjutx

    Like

  21. Aduh Yong kenapa kamu masih bersikkap dingin, kasihan Hye masa nanya mulu gk dijawab. Semoga Yonghwa bisa cepet-cepet bersosialisasi terutama sama Shinhye.
    Makin seru next author !!!

    Like

  22. Yonghwa bertolak belakang y sama shinhye..seruuu makin penasaran ma kelanjutannya..
    Next

    Like

  23. pershabatan yg mnynagkan… smga yonghwa oppa bsa cpat2 bersosialisasi agar lbh mnynangkan…. hm mkn pnsaran klnjtannya

    Like

  24. Digantung lagi unnn,jd penasaran nih, jd critay yh dan hye brshbt dr kecil tp yh lp, (hny mineral)😄😄😄.next please

    Like

Leave a comment