Posted in fanfiksi indonesia, oneshoot, wangbie

[FF Indonesia] You’re My Everything (Oneshoot)


You’re My Everything

Oneshoot – Sequel The Games

WhatsApp-Image-20160615

By : Wangbie

Cast : Jung Yonghwa – Park Shinhye

Lenght : Oneshoot

Genre : Family life

Editor : Riefa

OoooOOOoooO

 

Jika waktu bisa diputar dan aku memiliki satu kesempatan saja untuk memilih. Ingin sekali aku menggunakan kesempatan itu dengan baik. Memilih untuk mengikuti kata hati. Lalu meraih mimpi yang sejak kecil bersemayam jauh di dalam lubuk hati.

Tapi sayangnya kesempatan seperti itu tidak pernah hadir, sekalipun dalam mimpi.

Setiap hari, sudah ada jadwal yang harus aku patuhi. Layaknya sebuah aturan tertulis yang disertai waktu. Membosankan? Sudah pasti jawabannya adalah, iya. Tapi, tetap saja hidupku berjalan. Tidak berhenti saat aku sedang jenuh. Tidak juga berakhir jika aku lelah. Seperti jarum jam yang terus bergerak setiap detik. Tanpa peduli apa yang dikatakan orang. Tidak kasihan pada orang-orang yang terus dikejar waktu. Tidak juga menyesal jika ada yang terlambat mengejarnya.

‘Itulah kehidupan…’ begitu kata seseorang yang hingga saat ini memiliki  seluruh hatiku.

Seseorang yang awalnya mengacaukan jadwalku. Tapi, lambat laun membuatkan jadwal baru. Yang sungguh! Hal itu membuatku merasa lebih nyaman.

 

Janganlah mencintai jika kau tidak bisa membalas dan menjaganya.

Janganlah membenci jika kau tidak ingin dibenci.

Janganlah berharap jika kau tidak bisa memberi kepastian.

Karena semua berawal darimu, dan semua akan kembali padamu.

Itu lembar pertama dalam buku hariannya, yang sepertinya sengaja ia tinggal, yang kutemukan di atas bantal. Yang awalnya hanya ingin kubuang tanpa membaca isinya.

Daesun, putra kami yang memiliki pemikiran paling dewasa itu menangis setelah pagi hari menemukan surat di atas meja belajarnya. Lalu menghampiriku dengan mata sembab, menyerahkan secarik kertas berisi lima kata, yang saat itu juga membuatku terlempar dalam jurang kehancuran.

 

“Cintailah appa. Seperti kau mencintai eomma…”

Lalu Daesun memelukku erat. Menangis kencang. Mencengkeram lenganku.

 

‘Bersemangatlah… karena jika ada orang yang memelukmu, maka dia menyayangimu. Jika dia menangis di depanmu, berarti dia percaya padamu. Dan jika dia mencengkerammu, maka dia ingin kau menguatkannya…’

Kata-katanya kembali terngiang. Begitu jelas. Seperti saat dia mengatakannya dulu, saat pertama kalinya dia menyerahkan hidupnya padaku.

Aku tergelak.

“Appa!!! Kenapa masih di luar? Apa appa sedang menunggu Daesun? Mianhae, tadi ada kerja kelompok. Jadi, Daesun pulang terlambat…”

“Tidak apa-apa. Apa kau sudah makan?” Jawabku sambil tersenyum dan menepuk bangku kosong di sampingku. “Tadi appa memasak nasi goreng kesukaanmu. Mau makan di sini? Lihatlah, bulannya sangat cantik, kan…?”

Kulihat ia mengangguk. Sembari duduk dan melepas tas ranselnya lalu bersandar. “Iya. Sangat cantik. Eomma pasti senang sekali kalau melihatnya.”

Aku tersenyum pahit. ‘Eomma…’

Jika saja saat ini dia masih ada di sini bersama kami. Tentu saja dia akan sangat bahagia melihat bulan itu. Bulan purnama yang bersinar terang. Itu favoritnya.

“Sudah hampir dua tahun, appa… kenapa tidak menyusul eomma saja? Daesun pikir ini sudah cukup. Appa setiap malam selalu menangis.”

Aku mengangguk. “Mianhae. Appa tidak bisa menjadi appa yang baik untukmu.

“Daesun sayang appa.”

Kulihat ia menatapku dalam. Dengan bola matanya yang coklat. Tajam, dengan alis tebal.

“Istirahatlah… besok kita ke Busan. Kau pasti merindukan eomma, kan?”

Ia hanya mengangguk. Memelukku sekali lagi lalu bergegas masuk.

Aku tidak tahu apakah ini sudah tepat atau belum. Dua tahun berlalu, setelah ia pergi dengan ketiga anak kami, meninggalkan secarik surat berisikan alamat, tempat tinggalnya.

Saat itu, aku tidak bisa mencegahnya. Ia pergi sebelum aku sempat mengatakan maaf dengan benar. Dia pergi membawa luka dan air mata. Sedangkan aku, hanya berdiam diri seperti orang bodoh. Beralasan ingin memperbaiki diri. Namun sebenarnya hanya bersembunyi.

 

Dia datang membawa senyuman.

Menunjukkan betapa indahnya warna pelangi dalam kehidupan.

Lalu mengajakku terbang ke langit ke tujuh memetik bintang-bintang.

Sungguh, dia adalah pengecut paling mempesona yang sanggup membuat hatiku bergetar.

 

Dia benar. Aku memang pengecut.

Bisakah, pengecut ini meminta maaf padamu, sekali lagi?

Pantaskah, pengecut ini memohon padamu, lagi?

Aku ingin menebus kesalahanku. Seperti yang kau tuliskan dalam goresan pena. Kau ingin ku menjadi lebih baik.

 

Pengecut ini masih sangat mencintaimu…

Aku sangat mencintaimu, Park Shinhye. Istriku. Hidupku…

 

OoooOOOOoooO

 

Ia tersenyum menatap ombak dari depan rumah kecilnya. Sambil memeluk lutut sambil menopangkan dagu di atasnya. Wajahnya yang berseri terlihat begitu cantik.

Rok panjangnya sedikit berkibar di bagian samping.. Seperti rambut panjangnya yang tergerai lurus sampai pinggang. Hitam. Legam. Tebal. Indah. Persis sama dengan alisnya yang melengkung manis, di atas dua kelopak mata lebar, penuh pesona.

Sudah sangat lama ia tidak terlihat bahagia, seperti sekarang.

“Eomma!!! Eomma!!! Sebentar lagi mereka sampai. Orang suruhan hyung sedang menjemput mereka di stasiun. Eommaa!!!!” Anak laki-laki yang dua tahun lalu masih berambut ikal lucu itu kini sudah terlihat tampan. Meskipun rambutnya masih saja ikal dan sedikit panjang. “Apa eomma sudah selesai memasak? Pasti Daesun hyung sangat suka kalau tahu eomma membuat banyak sekali kimbab untuknya…”

“Hyun joo sudah mandi? Di mana Gun pyo dan Ryu Won? Apa masih belum pulang dari tempat les?” Shinhye mengelus kepala putranya penuh sayang. “Semuanya sudah siap. Tidak perlu khawatir…” lalu tersenyum lebar.

“Apa akan sangat canggung, eomma? Hampir dua tahun kita tidak bertemu appa.” Hyun joo menunduk. Tiba-tiba gelisah. “Apa benar tidak apa-apa? Appa,  tetaplah appa yang dulu, kan…?”

Shinhye mengangguk tegas sebagai jawaban. “Biarkan saja semua berjalan seperti seharusnya. Tidak perlu cemas memikirkan nanti mau berbicara apa, atau menyapa bagaimana. Anggap appa dan Daesun baru saja pulang dari jalan-jalan. Meskipun sangat lama. Tapi pasti mereka membawa oleh-oleh untuk kita.” Ia tersenyum lagi. Sangat mengerti dengan kekhawatiran yang Hyun joo rasakan. Karena ia sendiri pun sebenarnya, juga demikian.

Hampir dua tahun. Satu tahun sebelas bulan tiga minggu lebih tepatnya. Setelah akhirnya ia memilih pergi untuk menyembuhkan hatinya yang terluka. Dengan membawa ketiga putranya dan menyisakan satu, yang ia pikir benar-benar akan bisa menemani suaminya. Sejak saat itu, tidak sekalipun ia bertemu dengannya. Laki-laki terkasih yang menyakiti hatinya begitu dalam. Namun tidak juga bisa ia benci. Marah pun, ia tak sanggup.

Hingga akhirnya, hari itu ia memutuskan pergi sementara. Sembari menata hati juga memberi waktu pada Yonghwa untuk berpikir.

Semuanya butuh waktu.

Itu yang terjadi.

“Eomma… eomma sangat cantik kalau tersenyum seperti itu. Kami semua merindukan eomma yang dulu. Setelah ini, kita akan bersama-sama lagi, kan?”

“Tentu.” Jawab Shinhye lugas.

Entah dari mana asal keyakinan itu datang. Ia hanya mengikuti kata hatinya.

Dan hatinya, mengatakan ‘iya‘.

Setelah memeluk Shinhye hangat, Hyun joo berlari masuk ke dalam rumah. Ia dan Gun pyo sudah menyiapkan sedikit kejutan untuk orang tua mereka. Dan hanya tinggal beberapa hal kecil, kejutan itu akan selesai. Ia, sangat berharap keluarga kecilnya bisa berkumpul seperti dulu.

Sementara Shinhye tetap dengan senyum manisnya di atas kursi papan berbentuk segi empat lebar. Mulai menghitung, berapa lama lagi detik demi detik harus ia lewati untuk menjemput kebahagiaannya.

Satu….

Dua….

Tiga….

 

 

———– You’re My Everything (sequel of The Games) ———–

 

 

Appa... kenapa gugup sekali, huh?”

Daesun cekikikan melihat keringat sebesar biji jagung terus saja menetes dari pelipis ayahnya. Tinggal satu belokan lagi di depan toko paling besar di ujung jalan sana, maka rumah kecil tempat ibu dan saudara-saudaranya tinggal akan terlihat.

Bukan untuk yang pertama untuknya kemari. Setiap akhir pekan ia akan naik kereta sendirian dari Seoul ke Busan. Hanya beberapa jam menemui ibu dan saudara-saudaranya lalu kembali ke Seoul lagi. Selalu alasan yang sama. Ada kerja kelompok bersama teman.

Daesun tahu. Mungkin ayahnya sudah tahu ke mana ia pergi setiap sabtu pagi sampai sore. Ia belum meminta maaf untuk hal itu. Tapi ia pasti akan meminta maaf.

“Daesun-ah…”

“Ne, appa? Wae geurae? Appa ingin kembali? Tidak jadi menemui eomma dan kakak adik?”

“Uhm— jadi. Tentu saja. Appa hanya khawatir. Mereka tidak mau menerima kedatangan appa.” Yonghwa tersenyum kecut. Mengejek dirinya sendiri yang kali ini lebih mirip seperti anak kecil dan sangat pengecut. Ia bahkan belum mencoba apa pun. Kemungkinan selalu ada dua. Dan tentu saja ia ingin kemungkinan yang baik, yang akan terjadi. Tapi bila kemungkinan kedua yang muncul, dan ia kembali harus menelan pahitnya kenyataan. Ia tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi. Sendirian.

Setiap kata yang sudah terucap tentu tidak bisa ditarik lagi. Begitu juga dengan tindakan yang sudah dilakukan. Sangat mustahil jika harus memutar waktu ke belakang untuk kita memperbaiki kesalahan.

Menyesal?

Tentu saja laki-laki itu menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan. Menyakiti wanita paling hebat yang dengan setia mendampinginya dalam keadaan miskin sekalipun. Sosok tegar yang tidak sekalipun mengeluh dengan cobaan seberat apa pun.

Jika saja sosok wanita berhati malaikat berparas menawan itu lebih menerima lamaran seorang laki-laki kaya raya, yang dulu menyatakan perasaan bersamaan dengannya. Tentu saja wanita itu tidak akan pernah merasakan sakitnya hidup dalam kekurangan. Berbagi makanan yang sebenarnya tidak bisa dibagi. Dan tidur di atas ranjang tanpa kasur, yang pasti membuat seluruh tubuh terasa sakit.

Sejak awal laki-laki itu yang harusnya bertanggung jawab. Dia mendapatkan hal berlebih yang seharusnya ia syukuri. Bukan malah menyakitinya dengan alasan klise. Uang.

Tsk! Terkutuklah orang-orang seperti itu.

Dan, setelah kepergian sosok hebat itu. Ia tahu, Tuhan sedang menghukumnya.

“Appaa….” Daesun menyentuh lengan Yonghwa hati-hati.

Mobil jemputan yang tadi kakaknya kirimkan sudah berhenti di depan sebuah rumah sederhana di dekat pantai. Seorang perempuan dan tiga anaknya berdiri di depan pintu dengan wajahnya yang ramah. Penuh kerinduan.

“Appaa— kita sudah sampai… ayo turun…” Daesun tertawa kecil sebelum membuka pintu dan dengan sangat cepat menghambur dalam pelukan ibu dan saudara-saudaranya.

Sementara Yonghwa.

Laki-laki itu masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Mencoba menghilangkan perasaan gugup yang kini semakin menguasai. Ia mendengar tawa dari luar mobil sana. Pintu mobil sengaja dibiarkan terbuka oleh Daesun. Yang sekaligus mengirimkan angin sejuk dari pantai. Sekilas, ia melirik ke arah orang-orang yang masih asyik berpelukan. Bibirnya tersenyum tipis, mengingatkan dirinya sekali lagi atas apa yang sudah ia lakukan pada orang-orang di sana.

“Terima kasih, ahjussi. Semoga hari Anda menyenangkan…”

Akhirnya suaranya yang bergetar terdengar. Sangat miris. Sarat akan kesedihan dan penyesalan yang mendalam. Belum lagi dengan raut wajahnya yang kusut. Senyumnya terlihat dipaksakan. Dan hidungnya mulai memerah.

Satu demi satu langkahnya tertatih. Sambil menyampirkan ransel cukup besar di bahu kanan dan tangan kirinya menenteng dua tas plastik besar. Yonghwa menghitung dalam hati, butuh berapa lama ia untuk sampai di sana.

Mata sayunya bisa menangkap sosok yang selalu ia rindukan tengah berdiri tegak di antara anak-anak mereka. Di sana. Dengan senyum ketulusan  yang tidak pernah hilang dari wajahnya, dalam kondisi apa pun.

Mereka sudah menantinya.

Keluarganya sudah menunggunya.

Istri dan anak-anaknya sudah menyambutnya.

Mereka di sana…

 

Satu,

dua,

tiga,

empat,

lima…

 

“Selamat datang kembali, appa…” Ryu won tersenyum setelah memeluk Yonghwa hangat. “Selamat datang kembali. Kami sangat merindukan appa..”

Yonghwa tersenyum getir. Ini terlalu menyesakkan.

Seharusnya mereka mencaci maki saja. Atau, memukulnya sampai babak belur. Atau membunuhnya sekalian. Bukan malah tersenyum, menyambut dengan tangan terbuka, seolah tidak ada ap apun yang telah terjadi. Dua tahun. Apa waktu itu cukup untuk menyembuhkan luka yang terlalu dalam itu?

“Appaa!! Bogoshipeo… appa pasti lelah, kan… sini tasnya biar Hyunjoo saja yang bawa…”

Yonghwa tersenyum lagi. Lebih miris. Samar-samar. Ia tidak tahu kenapa ia tersenyum. Entah karena tulus memberikan senyum itu pada orang-orang yang mencintainya. Atau hanya untuk menertawakan dirinya sendiri yang terlalu kejam.

“Apa ini oleh-oleh untuk kami? Waw!!! Daesun hyung sudah menceritakan tentang usaha appa membuka restoran. Pasti lezat sekali!!” Kini giliran Gun pyo yang memamerkan senyum lebarnya. Dengan gerakan sangat cepat meraih dua tas plastik yang memang berisi rantang makanan buatannya sendiri.

Hanya dua menit. Setelah Daesun memeluknya memberi semangat. Tiga putra hebatnya sudah menghilang dari balik pintu. Suara tawanya terdengar dari luar. Dan Yonghwa tersenyum. Tulus, kali ini. Ia merasa lega. Karena setidaknya, keceriaan putra-putranya telah kembali.

“Mau duduk di sini atau bergabung dengan mereka?” Shinhye bertanya pelan. Suaranya mencicit. Mungkin takut. Tanpa mengangkat wajah, karena ingin sekali ia menyembunyikan rona merah di wajahnya. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu selama dua tahun. Hari ini, adalah saat dimana ia ingin memulai hidup baru. Dengan orang yang sama. Dengan cerita yang berbeda. Tapi tetap dengan cinta yang selalu bertumbuh besar. Semakin besar setiap saatnya.

Tapi sekilas, pemikiran akan keterpaksaan suaminya datang kemari membuat nyalinya menciut. Seharusnya suaminya itu segera memeluknya. Atau setidaknya menatapnya lama dan dalam. Tanpa berkedip. Atau bisa juga salah tingkah seperti remaja yang sedang jatuh cinta.

Tapi…

Tapi…

Yonghwa bahkan tidak menatapnya. Alih-alih tetap sopan santun dengan menatap lawan bicaranya. Laki-laki itu hanya melirik. Tidak lebih dari satu detik. Lalu kembali memusatkan pandangan pada apa pun obyek di sekitarnya. Kecuali Shinhye dan anak-anak mereka.

Tapi…

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan di tepi pantai sana? Biasanya, setiap sore menjelang malam aku selalu ke sana…”

Shinhye tersenyum. Menggenggam tangan suaminya perlahan.

Ia tahu. Sangat tahu betul. Bahwa, suaminya itu masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri.

Kesalahan masa lalu, bukan satu hal ringan yang bisa diselesaikan hanya dengan kata maaf. Tidak juga dengan berlutut atau bahkan bunuh diri. Kesalahan yang mengakibatkan rusaknya kepercayaan. Percayalah, itu lebih menyakitkan dari pada apa pun. Dan Shinhye tahu, meskipun sejak awal ia tidak pernah membenci—hanya kecewa—. Ia tahu kenapa Yonghwa bersikap dingin, sok acuh.

Shinhye tahu, Yonghwa-nya masih sepenuhnya belum percaya pada dirinya sendiri.

Yonghwa-nya? Tentu saja. Laki-laki itu masih sepenuhnya menjadi miliknya. Dan ia pun juga masih milik suaminya seutuhnya. Mereka tidak pernah bercerai. Mereka hanya saling introspeksi. Sekaligus menguji, sebesar apa cinta yang mereka miliki.

Bukankah itu, yang dinamakan pengorbanan cinta?

 

 

—— You’re My Everything (Sequel of The Games) —–

 

 

Seperti orang-orang yang sedang jatuh cinta. Mereka menyusuri pantai sambil bergandengan tangan. Sesekali mencuri pandang, lalu mengeratkan genggaman satu sama lain tanpa perlu mengatakan apa pun. Tidak perlu ada kata-kata. Mata dan bahasa tubuh mereka sudah mengatakan semuanya.

Sama. Seperti lebih dari tujuh tahun yang lalu. Saat untuk yang pertama kalinya mereka memutuskan untuk menjadikan dua hati menjadi satu. Merubah status dalam kehidupan masing-masing. Juga merubah pola hidup selama sehari-hari.

18 November,

Hari itu, seluruh dunia ikut merayakan dan menyaksikan janji suci mereka.

“Kau terlihat sangat kurus, Yong-ah…” Shinhye memecah keheningan. Menghentikan langkah kakinya, dan membuat Yonghwa ikut berhenti. Menoleh takut tanpa kata-kata.

Jika saja saat ini keadaannya sedang baik-baik saja. Pasti dengan senang hati Shinhye akan tersenyum lebar setelah memeluk suaminya erat. Bermanja-manja sambil mendengarkan kalimat demi kalimat rayuan yang selalu membuatnya jatuh cinta. Lagi. Dan lagi, pada orang yang sama. Peduli apa dengan rayuan gombal yang kata kebanyakan orang bisa menentukan seorang pria itu playboy atau bukan. Yonghwa laki-laki baik. Dia laki-laki normal yang pastinya pernah menjalani sebuah hubungan dengan beberapa gadis. Tapi, toh semua itu juga diperlukan. Untuk mencari cinta sejati.

Why not?

Hanya orang-orang munafik yang tidak mau mengakui kalau dirinya pernah menyukai lebih dari satu orang sebelum menikah. Itu wajar. Tidak ada yang salah. Tapi, jika memang ada orang-orang seperti itu, percayalah. Itu semua hanya ada di dalam drama dan novel picisan.

“Kau pasti lebih banyak begadang. Lihatlah, matamu sudah seperti panda…” Shinhye tersenyum. Lebih lebar, tanpa melepaskan pandangannya dari wajah lesu di depannya. Kedua tangannya yang kini bersembunyi di balik punggung, bergerak gelisah. Ingin menangkup wajah yang tertunduk, lalu mengarahkan agar pandangan mereka bertemu.

“Mianhae…”

Seolah dibangunkan dari mimpi kosong oleh hantaman batu raksasa. Tubuh Yonghwa menegang seketika. Mianhae. Satu kata itu sangat ia takuti selama dua tahun ini. Kata sakral yang mengucapkannya pun harus berhati-hati.

Rasa gugup yang sekarang membuat kedua lututnya bergetar itu melebihi rasa gugup saat ia mengucap janji suci di hadapan Tuhan. Kali ini diiringi dengan takut, kecewa lalu benci pada diri sendiri. Hingga akhirnya ia tertunduk. Menimbulkan suara debuman rendah antara kedua kaki dan pasir putih di bawahnya.

“Yong—ah…” Shinhye terkejut. Tapi ia tetap berdiri tegak. Hanya menatap suaminya yang kini sudah sukses menangis. Sambil bergumam. Siapa pun pasti sudah menebak apa yang laki-laki itu katakan. Meskipun suaranya serak, tidak jelas seperti dengungan lebah.

Harus kalian ketahui, sebaik dan sesabar apa pun, seorang wanita—siapa pun— pasti menginginkan sebuah permintaan maaf yang benar dari laki-laki yang ia cintai, juga mencintainya, yang sudah menyakitinya. Apalagi, ini bukan hanya menyakiti. Mengkhianati! Laki-laki itu sudah mengkhianati bukan hanya cinta, tapi juga kepercayaan.

Janji manis seiya sekata. Sehidup semati. Saling percaya dan menghormati. Saling mengasihi dan mencintai. Lebih dari itu. Laki-laki itu juga membohongi para saksi pernikahan mereka. Seharusnya laki-laki seperti itu mendapat hukuman yang sangat berat. Dihukum mati? Tidak, karena dia hanya akan merasakan sakit sesaat. Lebih baik disiksa perlahan. Dimasukkan ke dalam ruang bawah tanah tanpa makanan atau pun minuman. Atau, bisakah kaki dan tangannya dipasung sekalian?

Terlalu kejam?

Lebih kejam mana jika dibandingkan dengan perasaan seorang wanita yang belum bisa mengandung lalu suaminya mencari wanita lain?

Wanita dikatakan sempurna bila sudah bisa melahirkan dan menyusui?

Bulshit! Hentikan omong kosong itu karena kalian para laki-laki selalu mengumbar kata manis dengan mengatakan pada para wanita bahwa “apa pun keadaannya, hanya dengan memilikimu, semua menjadi sempurna…”. Tidakkah kalian para laki-laki pernah berpikir bagaimana perasaan para wanita yang hingga di umur pernikahan, yang tidak bisa dikatakan sebentar, belum juga memiliki tanda-tanda kehamilan? Bukan hanya kalian yang terluka. Wanita akan lebih dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Wanita akan dipandang sebelah mata oleh keluarga kalian para laki-laki. Wanita akan mendapatkan beban mental yang lebih besar!

Pernahkah mereka, para laki-laki yang menyimpan keinginan untuk memiliki buah hati, berapa besar pula para wanita menginginkan hal yang sama?

Bisakah kalian merasakan dan benar-benar ada di samping wanitamu saat dia sedang terpuruk?

Mengertikah kalian dengan arti setiap senyum dan kata yang para wanita perlihatkan?

Sudah pantaskah kalian disebut sebagai seorang suami yang baik, di saat kalian hanya bisa menyatakan cinta dalam bentuk uang, apalagi hanya saat kalian sedang bercinta di atas ranjang!!??

Pernahkah kalian membawa setangkai mawar merah setelah pulang kerja?

Pernahkah kalian tersenyum saat semua persoalan seolah menghimpit dada dan istrimu tetap berdiri di sampingmu? Menyiapkan kopi, sarapan, bahkan menyiapkan baju gantimu?

Oh shit!

Terkutuklah laki-laki dengan moral bajingan seperti itu.

“Aku—aku tidak tahu bagaimana aku meminta maaf padamu, Hye… maafkan aku…”

Suara itu lirih. Sangat pelan.

“Aku—aku tidak tahu apakah aku masih bisa mendapatkan maafmu. Maafkan aku…”

Kini suara itu bergetar. Terdengar sengau.

“Setiap malam aku selalu bermimpi buruk dan aku berharap itu bukan mimpi. Aku ingin dunia ini menelan laki-laki brengsek sepertiku. Maafkan aku…”

Shinhye tersenyum. Bersamaan dengan dua butir air mata yang mengalir cepat di pipinya yang tirus. Kakinya bergetar, perlahan ikut menekuk hingga bersentuhan dengan pasir. Dan mengarahkan kedua tangannya untuk menyentuh wajah laki-laki terkasihnya. Dengan perasaan berkecamuk.

Tentu saja ia bahagia karena kini mereka sudah berkumpul lagi. Ia bisa memastikan miliknya baik-baik saja. Keluarga kecilnya akan segera utuh kembali. Tentu saja, itu yang membuatnya menangis.

“Berapa banyak kau menangis, hmmm?”

Yonghwa tergugu.

“Lihatlah… kurus sekali… setelah ini kita makan yang banyak, hhmm? Aku tadi juga memasak. Kau memakan masakanku, dan aku memakan masakanmu… anak-anak pasti senang sekali kalau bisa mencampurkan keduanya…”

Kedua tangan Yonghwa mengepal sambil menggigit bibir.

“Setelah ini, kita harus selalu sama-sama, hhmmm… jangan pergi lagi…”

Seluruh tubuhnya tegang. Sakit.

Mungkin akan lebih baik jika Shinhye marah-marah, berkata kasar, atau bahkan memukulinya sampai babak belur. Ia akan menganggap itu sebagai salah satu dari hukuman yang harus ia dapatkan. Dan seakan dunia ikut murka pada laki-laki dengan seribu penyesalan, semua orang terlihat seperti sedang bekerja sama untuk membalas dendam.

Masih mendapatkan senyum dan keramahan yang seharusnya tidak ia dapatkan. Sejak awal, hanya senyuman dan kelembutan yang ia dapat. Itu artinya, ia hidup dalam neraka.

Ia bersalah…

Seharusnya semua menghukumnya…

Bukan malah semakin mengasihi dan melindunginya…

“Setiap malam, aku menangis, Yong… aku selalu berharap kau datang dan memelukku… tapi, dua tahun ini…”

“Kenapa kau tidak memukulku? Kau bisa membentakku… kau berhak menghukumku dengan caramu… bahkan jika kau membunuhku… kenapa kau masih mencintai laki-laki brengsek sepertiku…”

“Aku mencintaimu, Yong… aku merindukanmu… aku juga membutuhkanmu… hati dan hidupku ada padamu… bagaimana bisa aku menyakitimu…” Shinhye tersenyum. Seiring air matanya yang semakin deras mengalir. Membuat pandangannya semakin samar. Menunggu tangan hangat yang sejak tadi ia perhatikan.

Munafik kalau ia tidak sakit hati dan merasa dikhianati. Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang ingin membagi suami. Tapi rasa sakit itu tidak seberapa asalkan Yonghwa mau berubah dan tetap kembali padanya. Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Dan setiap kesalahan itu berhak mendapatkan pengampunan. Untuk apa saling mendendam dan menyimpan sakit hingga seumur hidup. Akan lebih baik jika memaafkan dan memulai semuanya dari awal.

Kesalahan yang Yonghwa lakukan juga pasti karena dirinya. Ia yang belum bisa memberikan keturunan, meskipun berkali-kali suaminya mengatakan itu tidaklah penting. Tapi pada kenyataannya, hal itu juga yang menjadi penyebab suaminya berselingkuh.

Apapun itu, Shinhye bahkan sudah memaafkan suaminya setelah suaminya menangis malam itu, dua tahun lalu. Ia ingin memastikan hatinya benar. Dan ia tidak ingin menyesal karena pergi begitu saja.

Dua tahun. Pasti sudah cukup untuk menginstropeksi diri, bukan…

Mereka bukan lagi anak-anak remaja yang masih berkelana ke sana ke mari mencari cinta. Mereka bertanggung jawab atas masing-masing, juga keluarga, juga keluarga kecilnya. Putra-putra mereka…

Demi pengorbanan cinta yang sudah mereka lewati…

Demi serpihan hati yang perlahan mereka kumpulkan lagi…

“Mianhae, Shinhye... jeongmal mianhae… mianhae…”

“Kau sendiri yang dulu mengatakan… tidak ada kata maaf di dalam cinta. Ucapkan ‘aku mencintaimu’ untuk permintaan maaf…”

“A—aku….” Yonghwa menggigit keras bibir bawahnya. Dieratkannya kedua tangannya yang memeluk Shinhye. Mengisi setiap sela napasnya yang tersengal dengan mengecup penuh kasih puncak kepala Shinhye. Membenamkan rindunya pada setiap air matanya yang bercucuran. Hingga rasa sesak di dadanya semakin berkurang, karena di punggungnya kini juga ada dua tangan penuh kasih, menghapus setiap luka. Setiap hembusan napasnya terucap kata maaf.

Ia salah.

Ia ingin memperbaikinya.

Dan ia juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cukup satu kali ia menyakiti orang-orang yang mencintainya. Cukup! Benar-benar sudah cukup!

“Aku mencintaimu, Yong…”

Yonghwa mengeratkan lagi pelukannya. “A—aku juga… aku—aku mencintaimu, Shinhye… aku mencintaimu, istriku…”

Dan akhirnya, hari ini datang…

 

 

——— You’re My Everything (Drabble The Games) ———

 

 

Ryu won dengan senang hati memetik lagi gitar kesayangannya. Menyanyikan beberapa lagu secara akustik, dan sesekali ditimpali suara merdu Gun pyo seperti mereka adalah sebuah grup musik. Perpaduan yang manis. Senyum dan binar-binar kebahagiaan yang terpancar dari setiap pancaran mata di sana, sudah menunjukkan bagaimana perasaan mereka.

Senyuman akan membuat langit gelap pun tampak penuh bintang.

Canda akan menyelimuti dari angin malam yang dingin menjadi penuh kehangatan.

Dan, kasih yang mereka ungkapkan menjadikan hujan urung menghentikan pertemuan mereka.

Deburan ombak cukup besar. Meninggalkan buih-buih di bibir pantai, menyapa pasir. Tampak seperti sebuah pertunjukan opera yang diadakan di tepi pantai. Remang-remang lampu neon berwarna kuning di depan rumah sederhana itu bagaikan cahaya panggung. Memaksa setiap mata tertuju ke sana. Untuk menyaksikan betapa manis dan membahagiakannya berada dalam pertunjukan itu.

Seorang laki-laki paling dewasa tampak terus tersenyum dan memainkan jari jemarinya yang saling bertautan dengan satu-satunya wanita di sana. Tersenyum malu-malu ketika tatapan jenaka dari empat laki-laki berwajah tampan, menangkapnya sedang berbisik manja.

Apalah daya kerinduan yang membuncah sudah menyelimuti setiap deru napas mereka. Selain mencari celah untuk menyalurkan dan menyampaikan dengan lembut penuh cinta.

Ugh! Dua tahun. Pasti waktu yang sangat singkat jika dilewati oleh sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Tapi akan menjadi abad paling lama dalam sejarah, yang ingin sekali mereka lenyapkan. Untuk mereka yang patah hati.

Hyunjoo bertepuk tangan dengan sangat bersemangat setelah kakaknya yang piawai bermain gitar sekaligus menyanyi ini menyelesaikan lagunya.

“Appaa!!! Apa appa tahu kalau setiap malam, eomma pasti jalan-jalan di sini sendirian. Setelah kami tidur. Dan baru akan masuk setelah ahjussi tampan itu datang…”

“Eh?” Refleks Shinhye menoleh pada Hyunjoo. Anak laki-lakinya yang selalu bersikap lebih manja beberapa waktu belakangan. Kerutan di keningnya menunjukkan kalau ia tidak mengerti dengan maksud perkataan yang baru saja terdengar.

Yonghwa terkejut. “Siapa itu ahjussi tampan? Apa dia membawakan eomma bunga? Atau dia mengajak eomma jalan-jalan sambil bergandengan tangan..?”

Segera, Shinhye menatapnya penuh penyesalan.

“Dia sangat baik, appa..” kini Ryu won ikut bicara.

Hyunjoo mengangguk antusias lalu menambahkan, “kami pernah diundang ke rumahnya yang sangat besar. Dan di sana kami makan makanan yang enak sekali…”

“Bahkan, kami juga pernah jalan-jalan bersama Taecyeon ahjussi…”  Gun pyo tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang rapi.

Yonghwa hanya mengangguk-angguk. Mendengarkan setiap cerita ketiga putranya bergantian. Sedangkan Shinhye terus menerus melirik suaminya was-was.

Ryu won meletakkan gitarnya dan duduk di dekat Yonghwa. Tetap dengan senyum manisnya yang tak pernah hilang. Ia bahkan melupakan setelan kerjanya yang besok masih harus ia pakai ke kantor.

Sudah enam bulan ia bekerja di bagian divisi keuangan di salah satu perusahaan besar. Tepat sehari setelah kelulusannya, ia ditawari pekerjaan dengan gaji lebih dari bayangannya. Dan setelah itu, tidak ada kata susah dalam hidupnya. Setiap akhir pekan ia akan pulang membawa ikan bakar untuk ibu dan saudara-saudaranya. Ia juga bisa memberikan uang bulanan pada ibunya meskipun Shinhye sendiri juga bekerja di salah satu toko bunga tak jauh dari rumah. Lalu, ia juga bisa sedikit demi sedikit membantu pengeluaran sekolah kedua adiknya, Hyunjoo dan Gun pyo.

Ok.

Memang tidak ada mobil. Ryu won tidak pernah memimpikan hal itu. Ia bisa naik sepeda motor jadul untuk bekerja saja sudah sangat senang. Itu lebih baik, pasti. Karena sebelum ia bekerja, ke mana-mana ia harus mencucikan motor teman-temannya untuk ke kampus, atau sekedar ke halte untuk naik bis.

Sedikit demi sedikit. Semua pasti ada hasilnya jika mau bekerja keras’. Kalimat dari ayahnya dulu itu yang ia jadikan penyemangat untuk dirinya sendiri.

“Appaa, eomma sering pergi berdua dengan Taecyeon ahjussi…” Hyunjoo menyela cepat.

Gun pyo bertepuk tangan heboh mengiyakan. “Dan setiap pulang, eomma membawa banyak sekali bunga. Kadang, Taecyeon ahjussi membukakan pintu mobil untuk eomma. Dan mereka akan berpelukan sebelum Taecyeon ahjussi pulang..”

Ryu won terkikik.

“Jadi, namanya Taecyeon ya?” Yonghwa melepas tangan Shinhye perlahan dan bergeser lebih mendekat pada putra-putranya. “Coba ceritakan lebih banyak lagi. Apa jangan-jangan eomma juga pernah dilamar di restoran mewah yang romantis? Atau, jangan-jangan Taecyeon ahjussi itu pernah membawa orang tuanya ke mari?”

Yonghwa berdehem sendiri dalam hati. Ia tahu, ini bukan lelucon yang pantas diteruskan.

Daesun. Laki-laki yang sejak tadi hanya memperhatikan itu kini tertawa. Sepertinya ia tahu apa yang terjadi. Ketiga saudaranya sedang mencoba membuat ayah mereka cemburu. Dan hasilnya malah di luar dugaan. Lihat saja wajah antusias Yonghwa yang lengkap dengan senyum manisnya. Tidak ada sedikitpun raut kesal di sana.

Shinhye mendesah.

“Eommaa… eomma lelah? Ini masih jam sebelas, eomma… ayolah, satu jam lagi lalu kita menyalakan kembang api…” Hyunjoo merengek. Diikuti dengan Gun pyo, juga Ryu won yang ikut memasang wajah memelas.

“Dengarkan cerita mereka dulu, eommaa...” Yonghwa menoleh. Mengatakan dengan senyum dan matanya, kalau ia baik-baik saja. “Hanya satu jam..” ia menambahkan.

Shinhye mengangguk. “Baiklah, satu jam. Tapi, eomma ke kamar mandi dulu, ne…” lantas berdiri dan berjalan cepat memasuki rumah.

Daesun berdehem. “Uhm— aku ingin mengambil sesuatu untuk kalian semua.” Lalu berlari masuk ke dalam rumah, menyusul Shinhye.

“Seharusnya kita beri tahu Daesun hyung dulu. Dia pasti salah paham…” Gun pyo berbisik tak enak pada Ryu won. “Apa eomma menangis?”

“Eomma hanya ke kamar mandi… jangan khawatir. Bagaimana kalau sekarang kita bersih-bersih ini, lalu tidur. Besok akan jadi hari yang panjang sekali. Bukankah besok kita akan kembali ke Seoul?” Yonghwa tersenyum menepuk satu persatu bahu putra-putranya. Sudah lama sekali rasanya dibandingkan terakhir kalinya mereka duduk santai seperti ini. Saling berbagi cerita, dan tertawa.

Ia tersenyum lagi.

“Sebenarnya, eomma tidak ada hubungan apa pun dengan Taecyeon ahjussi.” Ryu won memulai penjelasannya. Ia pikir permainan untuk membuat ayah mereka cemburu sudah harus berakhir.

Hyunjoo dan Gun pyo mengangguk.

“Taecyeon ahjussi sudah menikah. Dan punya seorang putri berumur sembilan tahun. Sejak kami kesini, Taecyeon ahjussi sangat baik. Toko bunga tempat eomma bekerja pun juga milik Taecyeon ahjussi…”

“Sebenarnya kami ingin membuat appa cemburu…” Hyunjoo menunduk. Takut kalau ayah mereka akan marah karena putranya sudah sangat tidak sopan. Ini pertama kalinya. Bukan bermaksud balas dendam atas apa yang sudah Yonghwa lakukan pada mereka. Mereka—putra-putra tampan— hanya ingin melihat ayah dan ibu mereka lebih dekat.

Tentu saja mereka,—Ryu won, Hyunjoo, Gun Pyo, juga Daesun—belum mengerti dengan cinta yang orang tua mereka punya. Bukan hanya sekedar perasaan abu-abu seperti yang mungkin mereka sendiri mulai merasakannya. Mereka memang sudah dewasa dalam berpikir, tapi mereka tetaplah anak-anak. Dan anak-anak belum mengerti dengan jelas apa yang para orang dewasa pikirkan.

Yeah, mungkin jika pun ada anak-anak jenius yang paham dengan cinta para orang dewasa. Hanya dua dibanding delapan. Mungkin.

Appa tidak marah, kan… maafkan kami appa. Sungguh. Ini hanya permainan. Kami hanya ingin appa dan eomma kembali dekat…” Gun pyo bergerak gerak khawatir di belakang Hyunjoo.

Mianhae, appa… ini ide Ryu won…”

Yonghwa mengangguk. “Jangan khawatir. Appa tahu. Kenapa kalian jadi takut seakan-akan appa bisa memakan kalian saat ini juga, humm?” ia berlagak marah.

Ryu won mengangkat kepalanya perlahan. “Ap—pa..” matanya berkaca-kaca.

“Kemarilah kalian semua. Apa tidak ada yang ingin memeluk appa?” Lalu dengan satu senyuman. Kedua tangannya merentang lebar. Menunggu kebahagiaannya datang dan merengkuhnya. Lagi.

Gun pyo bergerak lebih dulu. Sedikit berlari. Dan Hyunjoo serta Ryu won beringsut mendekat. Meletakkan kepala mereka  masing-masing di atas lengan Yonghwa yang bergetar.

Sudah sangat lama. Kehangatan ini akhirnya kembali ke tengah-tengah mereka.

Dan dua orang di balik pintu sana, yang sejak tadi mengintip pun ikut tersenyum. Berpelukan penuh suka cita.

“Akhirnya, keluargaku kembali….”

 

 

—– You’re My Everything (sequel The Games) —–

 

 

Tidak ada satu pun kata yang terucap. Yonghwa dan Shinhye hanya saling berpandangan, tersenyum, dan mengeratkan tautan jemari mereka.

Menikmati waktu yang terus bergulir dengan kesunyian namun penuh cinta, merupakan hal terindah, yang mereka rindukan. Sembari mengingat masa-masa indah yang telah terlewati. Juga saat mereka saling menyakiti.

Tapi kesedihan itu sudah hilang.

Badai kemarin sudah berlalu.

Sekarang, mereka bersama.

Lagi.

“Besok kita kembali ke Seoul, hhmm?”

Shinhye mengangguk mantap. “Tentu saja. Ke mana pun kau pergi, aku akan tetap mengikuti.”

Mereka tertawa. Pelan.

Ruangan kecil di samping ruang tamu berubah menjadi layaknya tempat kencan romantis. Dikelilingi lilin-lilin cantik di setiap sisinya. Serta lampu neon kuning di salah satu sudut. Ryu won yang memiliki ide ini. Hyunjoo yang mendekor. Sedangkan Gun pyo yang menyiapkan makanan, minuman, serta balon-balon.

Sangat sederhana. Tapi itu menjadi sangat spesial karena hari ini memang spesial. Dan dipersembahkan secara spesial.

Satu jendela yang menghadap langsung ke arah pantai itu sengaja dibuka. Memperlihatkan suasana malam dengan nyanyian deburan ombak.

Yonghwa meringis menyadari dirinya terlalu terbawa suasana. Selalu mengingat masa lalu. Yang lebih banyak membuatnya menyesal karena telah melakukan kesalahan.

Yonghwa mengerjapkan mata membiarkan satu tetes air matanya menuruni pipi. “Setiap malam, aku selalu bertanya pada bulan. Dan sekarang, dia menyaksikan aku yang sudah mendapat jawaban. Apa kau tahu kenapa dia tidak bersinar terang dan ikut berbahagia?”

“Bukannya bulan tidak ikut bahagia. Tapi dia hanya terlalu bingung harus bagaimana. Kau tahu, pengecut yang kucintai, hingga saat ini tidak melakukan apa pun.” Shinhye terkekeh menghapus air mata di wajah suaminya. “Entah apa yang aku pikirkan. Sejak pengecut itu masuk ke dalam hidupku. Tidak ada orang lain yang bisa menggantikannya…”

“Maafkan aku. Pengecut ini terlalu naif.”

Shinhye mengangguk.

Mereka tenggelam lagi dalam tatapan yang penuh dengan kerinduan. Saling mengawasi dan membaca arti senyuman. Juga meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan hanya mimpi.

Yonghwa menunduk. “Mianhae, Hye… aku memang si bodoh yang sangat naif…” bibirnya bersuara serak.

Sekelebat bayangan muncul di depan matanya. Seorang perempuan berbusana mahal tengah tersenyum dalam pangkuan, lalu saling berciuman mesra dan berakhir manis di atas sofa.

Tanpa sadar, air mata itu kembali mengalir.

“Kalau boleh aku bertanya, apa dia juga menyentuhmu di sini?” Shinhye meletakkan jemarinya di atas bibir Yonghwa yang basah. “Berapa sering? Apa semuanya?”

Yonghwa tergugu. ‘Hanya sekali, Hye. Sungguh hanya sekali.’ batinnya bersuara.

“Apa dia juga memelukmu seperti ini?” Shinhye menarik bahu Yonghwa mendekat. Meletakkan dagunya di atas bahu. Dan kedua tangannya mengelus pelan, punggung tegap yang selalu menjadi tempat sandarannya. Matanya terpejam merasakan kehangatan yang lama meninggalkannya. Ia bernapas hati-hati.

“Hye—”

“Jangan biarkan orang lain melakukan hal itu. Izinkan aku menjadi wanita egois yang hanya boleh memilikimu seorang diri.”

‘Mianhae… jeongmal mianhae…’ Yonghwa berteriak dalam diam.

“Aku selalu bertanya, apa yang membuatmu berpaling. Apa aku terlalu sederhana? Aku tidak bisa membuatmu bahagia lagi? Atau, itu masih hal yang sama, tentangku yang belum bisa memberikanmu keturunan?”

Yonghwa menggeleng. Mengangkat kedua tangannya yang sejak tadi terkulai lemas. Menepis setiap jarak yang mungkin masih tersisa. “Aku minta maaf…”

“Aku pernah membaca buku. Dan aku ingin mencobanya lagi. Aku—aku ingin menjadi wanita yang sempurna. Aku—aku ingin membuatmu bangga. A—ku…”

“Mianhae, Hye… ini salahku. Sungguh…”

“Tidak, jangan seperti ini, Yong. Aku juga berpikir hal sama. Tentu saja aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya mengandung, melahirkan, menyusui. Itu keinginan setiap wanita. Sungguh…”

“Tap—”

“Kenapa kita tidak mencoba lagi?”

Yonghwa menangis.

Sejujurnya, bukan karena Shinhye bisa memberikannya keturunan atau tidak. Ia melakukan kesalahan, dan itu murni karenanya sendiri. Ia yang tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri. Ia ingat, malam itu, seusai acara perusahaan dan tanpa sengaja ia mencoba menyesap anggur. Hampir tidak sadarkan diri ia berjalan sempoyongan lalu atasannya menolongnya. Semua terjadi begitu saja. Hanya karena satu kecupan manis yang atasannya berikan, dan ia terbawa suasana.

Sungguh! Kejadiaannya benar-benar seperti itu.

Dan keesokan harinya saat ia tersadar dan ingin menghentikan kegilaannya, wanita berkuasa itu mengancam akan membuatnya tidak diterima oleh perusahaan atau tempat kerja mana pun jika pergi begitu saja.

Dan, yeah! Begitulah seterusnya.

Dan, sungguh. Yonghwa hanya memikirkan istrinya seorang.

Dan, karena sesuatu yang belum sempat ia jelaskan. Shinhye berpikir macam-macam.

“Yong—ah…”

“Hye— aku…”

Shinhye menggeleng dan memeluk suaminya lagi. Lebih erat dengan isakan kecil dari bibirnya yang bergetar.

Ia menjalani kehidupan rumah tangga bersama Yonghwa sudah hampir sepuluh tahun. Tentu itu bukan waktu yang sebentar. Setiap tahun mereka melewati pergantian musim bersama-sama. Menikmati tahun baru dengan suka cita meskipun tanpa kemewahan seperti orang-orang kebanyakan. Jatuh bangun mereka saling menguatkan satu sama lain. Memahami setiap karakter yang mungkin tidak mereka sadari.

Di waktu yang lama itu juga, setiap detik mereka berdoa pada Tuhan. Agar segera diberi kepercayaan dengan hadirnya buah cinta mereka.

Tapi, tidak menampik satu kemungkinan juga. Di dalam lubuk hati terdalam mereka, keinginan itu pasti ada. Rasa ingin memiliki, merasakan. Semua itu merongrong semu dalam benak masing-masing yang tertutup tawa.

Ia, Shinhye tahu. Suaminya tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Sungguh. Sekalipun tidak. Begitu juga keluarga mereka. Mereka semua tahu. Anak, itu bukan sesuatu yang bisa mereka putuskan iya atau tidak kehadirannya.

Banyak pasangan yang lama menikah dan belum dikaruniai keturunan, lalu datang ke dokter dan divonis mandul. Tapi, siapa yang bisa menandingi kuasa Tuhan. Siapa yang bisa tahu dan menyangka kalau pasangan itu tiba-tiba mendapat kabar membahagiakan dengan janin berumur satu bulan di dalam rahim sang ibu.

Oh, ayolah. Keajaiban benar-benar akan datang pada mereka yang mempercayainya.

Dan Yonghwa bersama Shinhye, adalah satu dari sekian banyak orang yang sangat mempercayai keajaiban.

“Yong—”

“Biarkan aku menjelaskan dulu.” Yonghwa menghapus air mata di wajah Shinhye dengan ibu jarinya. “Aku melakukan kesalahan. Aku minta maaf. Dan semua itu kesalahanku. Malam itu aku minum anggur untuk yang pertama kalinya. Aku mabuk. Dan aku—aku hanya mengikuti apa yang saat itu ada di depanku. Aku—aku tidak bisa berpikir. Aku—setelah itu aku ingin pergi. Dan dia mengancamku. Aku tidak mungkin membiarkanmu, apalagi anak-anak kita terlantar karena aku tidak bisa bekerja. Aku—”

“Sungguh. Demi Tuhan, Yong… aku sama sekali tidak pernah meragukan cintamu. Cinta kita. Sungguh.” Sela Shinhye cepat. Suaranya lebih tenang. Penjelasan Yonghwa tanpa sadar membuatnya sedikit bernapas lega. Ia tahu, ia bukan wanita super. Meskipun ia tersenyum, ia juga tahu hatinya menangis di saat yang bersamaan.

“Aku minta maaf, Hye… aku menyakitimu. Aku membuatmu menangis setiap saat. Aku membuat anak-anak kita ikut bersedih atas kesalahan yang bahkan tidak mereka ketahui. Aku minta maaf. Aku mencintaimu, Hye.. hanya kamu…”

“Aku sudah mengatakan, permintaan maaf itu harus diucapkan dengan benar. Bukan dengan air mata atau pun wajah sedih seperti ini…” Shinhye tersenyum. Benar-benar tersenyum. “Ayo kita mulai lagi dari awal. Kesalahan kemarin akan kita jadikan kenangan yang pasti bisa menguatkan cinta kita. Dari kesalahan itu kita belajar dan berpikir. Seperti yang kau ucapkan tadi. Besok kita kembali ke Seoul. Dan kita akan bersama-sama. Selamanya. Hhm?”

“Mianhae…”

“Saranghae…”

 

 

—– You’re My Everything (sequel The Games) ——

 

Tiga tahun kemudian…

 

Hujan baru saja berhenti menyisakan tetes-tetes kecil di pinggiran atap, juga dedaunan. Sesekali petir masih menyambar, menghiasi langit malam yang gelap. Penuh dengan gerombolan awan-awan hitam.

Lampu teras rumah yang cukup besar itu menyala sangat terang. Menunjukkan dengan jelas bagaimana warna biru muda dengan lantai putih dan hijaunya tanaman hias di beberapa sudut itu bekerja sama. Memberikan kesan apik. Rapi. Tenang.

Satu mobil warna hitam yang cat-nya masih cukup mengkilat terparkir tepat di depan pintu. Dua sepeda motor berdesakan di belakang, tertutupi jas hujan yang sudah sepenuhnya basah.

Sepi.

Hanya bunyi jangkrik, si binatang malam yang bernyanyi di balik rerumputan. Mengabarkan pada teman-temannya, bahwa malam ini mereka harus menunaikan tugas.

Yonghwa. Ia berdiri di depan pagar dengan satu payung dan beberapa kantong plastik di tangan. Tersenyum melihat apa yang ada di depannya dengan perasaan membuncah.

Kebahagiaan itu tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata.

“Appaa!! Kenapa lama sekali? Hyejung dari tadi menangis. Eomma sampai kewalahan…” Gun pyo menghampiri ayahnya dengan raut muka khawatir. “Ayo cepat masuk, appaa!!” Serunya lagi lebih tak sabar.

Tapi belum sempat Yonghwa menghentikan senyum dan menjawab pertanyaan putranya yang baru saja terpilih sebagai murid teladan dan akan mengikuti pertukaran pelajar di Jepang bulan depan. Suara lengkingan yang membuat siapa pun jika mendengar akan panik seketika, mengudara cepat.

Yonghwa sedikit berlari setelah menyerahkan belanjaannya pada Gun pyo.

Sebentar lagi, pasti akan ada perdebatan kecil yang akan membuatnya tertawa.

“Appaa!! Hyejung rewel. Kasihan eomma! Appa kenapa lama sekali? Memang tokonya pindah ke gang sebelah? Atau jangan-jangan jalanan macet karena hujan?”

Yonghwa menunjukkan cengirannya sebelum merangkul bahu Daesun. “Mianhae, humm.”

“Tidak ada alasan untuk membela diri?” Daesun berkacak pinggang kesal.

“Hhmm… appa sengaja membeli martabak kesukaan eomma di ujung jalan. Sedikit antri. Jadi, agak lama.” Yonghwa terkekeh.

“Apa appa juga membeli sayuran? Appa tidak lupa, kan kalau di kulkas sudah tidak ada lagi wortel dan kentang. Besok Ryu won ingin membuat sup untuk eomma..

Yonghwa menoleh ke samping dan mengangkat jempolnya. Mengedipkan mata. “Pasti.”

“Jadi, appa lama karena hyung? Kenapa hyung tidak beli sendiri? Hyung bisa naik mobil kalau tidak mau hujan-hujan. Lihat sekarang. Appa basah kuyup. Belanjaannya banyak sekali. Dan ini sudah jam sepuluh malam. Besok jam tiga appa sudah bangun. Memasak, membersihkan toko. Apa hyung sangat sibuk sampai tidak bisa pergi sendiri? Dari tadi hyung hanya bermain dengan laptop. Hyung keterlaluan!” Hyunjoo meletakkan buku tebalnya di atas sofa. Beranjak dan segera mengambil handuk kering dan ia serahkan pada Yonghwa.

Tidak ada yang menjawab. Semua sibuk mengawasi langkah cepat Hyunjoo yang bolak balik dari ruang tamu ke belakang. Berulang-ulang. Dengan gerutuan khas-nya yang sangat cepat.

Semua tahu, Hyunjoo paling sensitif jika tahu ayahnya kerepotan.

Yonghwa tersenyum lebar setelah putranya yang bulan depan akan mengikuti olimpiade fisika tingkat internasional itu diam dan menghela napas. Ia berdehem cukup keras sebagai peringatan agar perdebatan ini segera dihentikan.

“Ok!” Ryu won mengetikkan tiga kalimat terakhir di lembar kerjanya lalu menghampiri Hyunjoo dengan satu cangkir teh hangat yang baru dibuatnya, lima menit lalu.

“Jangan menyogokku dengan teh itu, hyung. Aku tetap tidak menerima penjelasan apa pun. Hyung membuat appa sangat lama. Dan Hyejung tidak bisa tidur.” Hyunjoo bersedekap. Bibirnya mengerucut sebal.

Gun pyo menaikkan sebelah alisnya lalu duduk di tengah-tengah kakaknya. “Ryu won hyung... Hyunjoo hyung… apa kita akan tidur satu kamar lagi? Tadi Daesun hyung membawa film baru. Hyung tahu kan, Daesun hyung baru saja selesai membuat film dokumenter. Aku sudah melihatnya tadi. Dan itu sangat keren.”

Daesun tertawa mendengar namanya disebut. Lagi. Di saat seperti ini. Selalu.

“Hei, jagoan… apa kau tidak mau ikut mereka? Sepertinya akan sangat menyenangkan kalau kau memberikan satu cerita secara langsung.” Yonghwa berbisik pelan. “Lihatlah, sangat menyenangkan, bukan?”

“Tapi Hyejung belum tidur.” Daesun menolak cepat. Keningnya berkerut tanda berpikir. Kalimat pertanyaan berisi tawaran dari ayahnya ini tidak bisa begitu saja ia hiraukan. Di saat seperti sekarang, saat semua kakak-kakaknya sedang asyik memberikan argumen masing-masing. Pasti akan sangat menyenangkan kalau ia bisa membual tentang cerita fiktif dan kakak-kakaknya tidak lagi beradu mulut.

“Serahkan pada appa, ok!” Yonghwa berbisik lagi dengan suara yang lebih pelan. “Cepat ajak kakak-kakakmu masuk kamar, dan tidur. Besok pagi ada banyak sekali yang harus dikerjakan.”

“Appa yakin?”

Yonghwa mengangguk pasti.

Dengan langkah santai Daesun menghampiri ketiga kakaknya. Ia berhenti tepat di depan Ryu won yang masih sibuk berbisik-bisik dengan Gun pyo, sementara Hyunjoo masih tetap diam. Satu deheman berhasil membuat ketiga laki-laki di atas sofa itu mendongak. Dan seolah ini sudah menjadi kebiasaan, mereka semua segera beranjak setelah mengangguk. Berjalan beriringan menaiki tangga sambil tertawa, yang entah menertawakan apa.

Dan Yonghwa, juga tertawa melihat keempat punggung putranya.

“Hei, tuan. Sekarang giliran bayimu yang istirahat.”

Yonghwa berbalik cukup kaget meskipun dengan cepat menghampiri Shinhye dan mencium keningnya. “Mianhae… pasti Hyejung rewel sekali. Tadi seharusnya aku menidurkannya dulu.” Sesalnya tidak dibuat-buat.

“Cepat ganti baju lalu kita istirahat. Lihat, malaikatmu sudah tenang.” Shinhye mengangguk tenang. “Aku sudah menyiapkan air hangat di kamar mandi.” Imbuhnya setelah berhasil menidurkan bayi perempuan dengan rambut tipis-tipis dan hidung mancung itu di tengah-tengah tempat tidur.

Yonghwa tersenyum.

Teringat dengan apa yang ia pikirkan di depan rumah beberapa saat lalu.

“Percayalah, Yong. Semua akan baik-baik saja. Asalkan kita selalu bersama. Suatu hari, Tuhan akan memberikan kehidupan yang lebih baik pada kita. Sekarang, Tuhan masih menguji kita. Jangan merasa bersalah hanya karena tidak bisa mempersembahkan kamar indah layaknya negeri dongeng dengan seprai sutra. Bukan karena kemewahan aku bersedia menjadi istrimu. Kau adalah takdir terindah yang Tuhan kirimkan untukku. Aku mencintaimu, Jung Yonghwa, suamiku…”

Kalimat panjang yang Shinhye ucapkan setelah mereka resmi menjadi suami istri dan pertama kalinya berbagi segalanya di dalam rumah kontrakan yang terlalu sederhana, kembali terngiang. Hatinya berdegup kencang mengingat bagaimana senyum tulus Shinhye saat itu. Seluruh tubuhnya bergetar merasakan tulusnya semua yang Shinhye ucapkan.

Betapa Tuhan sangat menyayanginya.

Tuhan memberikannya kebahagiaan yang sempurna.

Dan, masa paling menyakitkan yang membuatnya menjadi laki-laki paling bodoh di dunia kembali menohok ulu hatinya yang terdalam.

Kenapa ia begitu bodoh sampai bisa terjebak bersama wanita penggoda itu. Kenapa ia begitu pengecut sampai takut tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Kenapa ia begitu bodoh dengan membiarkan istri dan anak-anaknya menunggu terlalu lama.

Kenapa…

Kenapa…

“Aigoo... kali ini apa?”

Yonghwa terkejut merasakan kedua tangan lembut melingkar manis di pinggangnya. Disusul kepala yang bersandar di dadanya, nyaman. Dan hembusan napas teratur membuatnya reflek membalas pelukan istrinya.

“Apa kau mengingat lagi apa yang sudah terjadi?”

“Semua itu tidak bisa dilupakan, Hye… rasanya sangat sesak.” Jawab Yonghwa jujur sambil membenamkan wajahnya di atas bahu Shinhye. Kegiatan favoritnya. “Aku belum bisa memaafkan diriku sendiri atas semua yang sudah aku lakukan. Aku sudah membuatmu menangis. Maafkan aku…”

“Dan aku juga sudah mengatakan, aku sudah memaafkanmu. Bahkan sebelum kau meminta maaf. Jangan lagi merasa bersalah. Semua sudah berlalu. Ryu won, Hyunjoo, Gun pyo, bahkan Daesun. Mereka, kita semua selalu menyayangimu. Kau yang terbaik.”

“Aku bodoh!” Yonghwa semakin menenggelamkan dirinya dalam dekapan Shinhye. Memutar ulang semua hal bodoh yang sudah ia lakukan. Mengingat bagaimana senyum dan air mata istrinya. Merekam kesedihan dan kekecewaan dari putra-putranya.

Benar kata Shinhye. Semua sudah berlalu. Dan ia tidak suka berandai-andai.

Tidak.

Ia tidak ingin menjadi pengecut lagi.

Ia tidak ingin menyakiti keluarganya lagi.

Ia tidak mau mengecewakan lagi.

“Dengar!” Shinhye melepas pelukannya dan tersenyum. Matanya tampak berair, tapi ia tidak menangis. Ia sudah berjanji tidak akan pernah menangis lagi. Sudah cukup ia menjadi ibu sekaligus istri yang sering menangis. Tahun-tahun sulit dulu sudah berlalu.

“Kau sudah melakukan yang terbaik untuk kami semua. Kau bekerja keras siang malam hanya untuk kami. Kau melakukan apa yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehku, kau bisa melakukannya. Sungguh, percayalah. Kau adalah suami dan ayah terbaik.”

Yonghwa menunduk. Menatap jari-jari tangan Shinhye yang menggenggam erat tangannya. ‘Mulai sekarang, aku yang akan menggenggam tanganmu. Aku yang akan menjadi sandaranmu. Aku yang akan selalu memelukmu..’

“Lihatlah apa yang sekarang ada di sekeliling kita. Ini semua kerja kerasmu. Ini karena usahamu. Ini karena cintamu.”

Yonghwa menangis.

“Semua ini sudah lebih dari cukup, Yonghwa. Lupakan rasa bersalah itu. Kembalilah menjadi Jung Yonghwa yang dulu. Kami menyayangimu.”

Satu pelukan mengantarkan kehangatan.

“Lihatlah Hyejung kita. Dia sangat mirip denganmu. Matanya, hidungnya, bibirnya, senyumnya. Lihatlah. Itu doa kita, Yonghwa. Tuhan sudah memberikannya. Tuhan mempercayakan Hyejung pada kita.”

Yonghwa mengeratkan pelukan.

“Kau membuatku menjadi wanita paling bahagia. Kau selalu ada kapan pun aku membutuhkan. Kau membuatku merasakan bagaimana indahnya mengandung. Kau membuatku bangga saat aku melahirkan. Dan kau membuatku selalu bernapas dengan cintamu saat aku menyusui putri kita. Sudah lebih dari cukup, Yonghwa. Sungguh, jangan tenggelam dalam rasa bersalah. Kami semua menyayangimu…”

“Jangan pernah tinggalkan aku, Hye…”

“Jangan pernah tinggalkan aku, Yong…”

“Selamanya…”

“Selamanya…”

 

 

~~~ Selesai ~~~

 

Yeay! Selesai😄😄😄😄

Untuk ff kali ini, semoga feel-nya tetep dapet n kalian bisa menikmati. Okay! 🙂

 

Hhmm,

Alhamdulillah, ga terasa udah lebih dari satu minggu kita puasa. Gimana puasanya? Semoga lancar, ne.. 😍😍😍

Ehm, bentar lagi uri Jung Yonghwa ultah! Hayoo siapa yang udah siapin kadonya? 😄😄😄

Hihihihi~~~

Ngomong-ngomong kado, kemarin alhamdulillah aku dan Unn Riefa sudah selesai mengedit dan memperbaiki ff Y,Why. Dan seperti yang mungkin udah sebagian dari kalian ketahui. Permintaan password Y,Why sudah ditutup karena akan dihadirkan dalam bentuk buku.

Rencananya pengen gitu yaaa diterbitin pas tanggal 22 Juni. Jadi kado spesial dan dikirimin ke Yonghwa langsung (?????????~~~ kalo itu keknya dlm mimpi yaa😂😂😂). Tapi ternyata ga bisa tepat waktu.

Tapi, tapi…

Masih bisa berbahagia (akunyaaa😄😄😄) karena bisa jadi akhir Juni (hiks.. semogaa)

Hihihi~~~

Terima kasih untuk semuanya. Readers… teman-teman… semuanya… 😍😍😍😍

Semoga kalian juga seneng sepertiku.. 😂😂😂

Saranghaeyo.. 😍😍😍

Catatan :

Sequel The Games, happy ending tapi kenapa tetep nyesek bacanya 😭😭😭. Tapi tetap mo bilang makasih ke Wangbie yang akhirnya nyelesain OS ini setelah sedikit aq “teror” hahaha. Sekitar seminggu-dua minggu terakhir memang saya dan Wangbie fokus nyiapin materi untuk Y Why yang akan dibuat buku jadi pembuatan FF maupun menerjemahkan FF tertunda. Nanti kalau bukunya sudah bisa dibeli pasti akan diinfokan di web, fb atau pun twitter, ditunggu ya dan dibeli hehehe. Oya info tambahan ada beberapa perubahan di versi buku.

Selamat membaca dan jangan berikan komentar, saran, kritik atau yang lainnya, terima kasih 🙂

PS. Update postingan FF di web bisa dilihat di facebook HS Corner Shop atau di twitter Lovetheangels1

43 thoughts on “[FF Indonesia] You’re My Everything (Oneshoot)

  1. Terharu bnget bca ff ni 😭😭😭😭. Kt2ny dlm bnget. Keluarga adalah segalanya 👪👪

    Like

  2. Shinhye benar2 berhati malaikat, bisa memaafkan perbuatan suaminya….
    Akhirnya mereka punya bayi sendiri…
    And happy ending
    Walau tetep nyesek, kenapa yonghwa bisa terpengaruh sama perempuan lain 😭😭😭

    Like

  3. Shinhye mmng jjang~~ artinya bnar2 baik sekali.. Udh di selingkuhi dan di khianati yonghwa tapi ttp bsa maafkan dan sllu mencintai yonghwa 😥
    Tadinya smpet berpikir klo shinhye ga bsa punya anak kok ternyata udh punya 4org anak yg udh beranjak remaja pdhal pernikahan mereka sktr 7than tapi akhirnya stlah lama mereka punya anak putri kecil yingahin, krna mereka bnar2 ttp sllu berdoa dan tdk lupa berusaha #kkkk 😂😂😂

    Like

  4. Keren..Daebak…
    Shinhye mempunyai hati yg tulus bgt bisa memaafkan kesalahan Yonghwa…dan keluarganya bisa berkumpul kembali.
    Happy ending.

    Like

  5. Happy ending yang menyesakkan.. banyak banget pelajaran berharganya dari cerita ini. Khususnya ttg kepercayaan dan kesabaran. Setiap orang pasti akan diuji oleh berbagai hal dalam hidupnya.. apakah dia bisa melewatinya atau tidak trgantung dari dirinya sendiri.

    Like

  6. Semua orang pernah melakukan kesalahan dan kehilafan dan shin hye bener2 istri yang patut ditiru dia dg berbesar hati memaafkn suaminya. ah….. perasaanku nggk bisa tergambarkn.fokoknya salut sm karakter shin hye disini dan sama wangbie yg udah menulis ff yg bagus ini

    Like

  7. Kereeeen wangbie,,, keluarga mereka penuh prestasi, cinta mereka, ujian mereka, penyelesaian mereka adlh prestasi yg luar biasa. Aaaahhh suka suka suka

    Like

  8. you my everything,,,, Daebakk!!!

    happy ending.
    Shinhye benar2 wanita yang hebat, yong hwa kau beruntung (istri yg hebat,, anak2 hebat,, keluarga baik).
    Dan satu orang putri cantik.

    LIKE LIKE

    Like

  9. setelah lama nggak baca ffnya wangbie, aku bener bener salut sama blog dan ff ini, semuanya dikerjakan dgn sepenuh hati, tampilan blog, isi nya, promosi, kerja admin sampai isi ffnya.

    aku mmg blm baca sequel sebelumnya, hanya meraba raba apa permasalahan keluarga yongshin disini, siapa itu keempat anak lakilaki mrk, siapa bos nya yong dsb. hanya salut kl mmg ada wanita yg sprtshinhye….

    Liked by 1 person

  10. Rasa kecewa terhadap yong akhirnya hilang setelah mengetahui alasan sebenarnya, shin dan anak2nya begitu hebat tdk ada rasa marah, yg ada hanya ketulusan. Waktu yg memisahkan untuk memantapkan hati dan waktu pula yg menyatukan untuk memulai kembali. Hufft jempol buat author, ff nya sangat mempengaruhi emosi dan banyak pelajaran berharga yg dapat diambil dr cerita ini, sukses untuk tulisannya..

    Liked by 1 person

  11. nyesek karena terharu…
    keren ff nya, cinta mereka berdua bener” 👍👌,
    Fight author buat bukunya…

    Like

  12. Uwaaaahhh, sequelnya keren banget thor. Berakhir dengan indah dan bahagia, seneng banget akhirnya usaha mereka berhasil.
    Good ff, fighting thor. Ditunggu ff oneshoot lainnya 🙂 😉

    Like

  13. Akhirnumya yongshin happy ending…..dan ternyata yonghwa gak pernah menghianati shinhye itu semua salah paham dan suka banget keluarga kecil yongshin dan akhirnya mereka udah punya baby sendiri juga…..ceritanya benar-benar keren thor…tetap semangat.

    Like

  14. Daebaakkk, Keren bngt nih,, kesalahan dan rasa bersalah itu akn tetap tak terlupa, meski waktu sdh brhasil mnybuhkn luka yg tertoreh, tapi rasa bersalah tak akn prnh trhpus dr memory,

    Liked by 1 person

  15. yeaay happy ending^^ kerten ceritanya, bikin nyesek setiap yonghwa inget terus sama kesalahannya dan juga karena kesabaran shinhye, apapun keadaannya yongshin akan selalu bersama:)
    wiih ditunggu bukunya author;)

    Like

  16. yeaay happy ending^^ kerten ceritanya, bikin nyesek setiap yonghwa inget terus sama kesalahannya dan juga karena kesabaran shinhye, apapun keadaannya yongshin akan selalu bersama:)

    Like

  17. Akhir yang mengesankan, keren bangett sequelnya thor.
    Tetep nangis bahagia bacanya, kebahagiaan itu akhirnya menghampiri keluarga mereka.

    Selamat thor, seneng banget denger ff Y, Why akan dibuat novel. Good job!.
    Semoga semuanya lancar, sesuai keinginan author, dan sehat selalu 😃☺☺
    Hwaiting ne……..

    Like

  18. memng cinta tdak slalu smpurna,tp shinhye wanita yg kuat yg msih mau mmbri ksmpatan kpda yonghwa…akhirna kel mreka yg lngkap kmbali bhagia.happy end yeaaay…d tnggu bukuna eon

    Like

  19. Keren thor walaupun bacanya nyesek..,tp akhirnya happy ending juga
    Poko’ e keren thor 👍👍

    Like

  20. Hai jyhwanda..
    Aku ga ngirim ke Yong kok.. Yong ga bisa bahasa Indonesia.. Hehhe..
    Itu hanya harapan..
    But, thanks ya..
    Nanti silahkan dibeli bukunya klo sudah terbit.. ^^

    Like

  21. eemm gereget banget, senyam senyum sendiri bacanya, nyeseknya… aku kira bukan sequel dari the games.. akhirnya hyejung lahir..
    suka deh sama ffnya..
    jadi unni au kirim itu buku ke yonghwa oppa? waw daebak, semoga sukses unni..
    jadi nggak sabar juga ingin baca itu ff y, why. ditunggu bukunya, sama cerita yang lainnya.. semangat unni
    makasih, unni

    Like

  22. Kisah yg akhirnya berujung kebahagiaan. Walaupun didalam perjalannya sgt menyedihkan byk rasa kecewa, tangis, luka, penyesalan tp msh ada rasa sayang cinta itu yg menyatukan mereka kembali…. fighting Wid keren kisahnya

    Like

  23. Yeyeye… akhirnya sequelnya muncul juga 🙂
    Happy ending meskipun masih nyesak sihh bacanya… hheehh
    Tetap the best kok ceritanya author 🙂

    Like

  24. Sequel nya keren, Ending nya sweet.
    Rasa sakit, penyesalan hanya akan menjadi masa lalu yang mengerikan dan kini tergantikan dengan kebahagiaan yang tidak terduga, dengan kehadiran sosok bayi kecil mengeratkan cinta Yonghwa dan Shinhye hehehe.

    Oke author seperti biasa ceritanya selalu keren. Selamat ya thor buat novel nya semoga berjalan lancar udah gk sabar pengen beli so thanks author semangat.

    Like

  25. ahirnya happy ending jga, n ahirnya yongshin memiliki putri kandung mereka sndiri stelah sekian lma mereka mngharapkan kehadiran malaikat kecil ditngah2 keluarga mereka,
    salut ma shinhye yg masih bsa tersenyum n mw memaafkan yonghwa yg udah menyakiti n menghianatinya krna dy yakin klo yonghwa akn kmbali pdanya n anak2 mereka.
    author wangbie mank pling bsa mngaduk2 perasaan para readers meski happy ending ttp za nangis baca ceritanya untung z bacanya malam hehe…
    ditunggu z karya selanjutnya n jga lanjutan ff yg lain n sukses buat novel Y, WHY nya smoga bukunya laris n semangat trus meski puasa….fighting!!!!

    Like

  26. happy ending juga,,,
    Shinhye bener2 bisa jadi contoh,,,tetap bisa tersenyum walopun hatinya terluka,,,memberikan contoh yg baik bwt anak2nya,,,sebuah akan indah pada waktunya,,,akhirnya Yongshin di karuniai anak juga,,,keluarga Yongshin jdi semakin sempurna,,,,
    di tunggu FF lainnya thor,,,

    Like

  27. woow wangbie eonni bnar2 hebat… dsni aj ad kjutannya.. klo yonghwa oppa gg mcem2.. kerennn eonn sngat kerenn.
    oh aq bcanya msh ttap nysek… ah air mtaku…
    dtggu krya lainnya eon fighting

    Like

  28. Ya ampun bener th0r,tetap masih nyesek. . . Tapi indah,hye benar2 wow. .m0ga daku juga bisa jadi ye0ja yang kuat,tak masalah diriqu yang sendiri ini, . . .
    Smangat terus th0r,m0ga puasanya gak b0l0ng yea. . . .
    Keren ne fF. . . Dan nyatanya ay0ng gak berbuat maCam2 pas selingkuh benar2 memuaskan. . . . TerbAik. . .ditUngGu n0vel dan fF lainNya,fiGhthIng 😉

    Like

  29. Baca nya nyesek… ceritanya nyesss baget ya.. sampai hati… aaahhh… rasanya terhanyut dalam cerita.. daebak eon… hihi… feel ny dalem banget…. good job

    Like

  30. Happy ending juga sequel ff the games nya, walaupun baca nya sempat mau nangis tapi pas akhir keluarga jung bahagia semua. Di tunggu kelanjutan ff yang lain eonni

    Like

  31. Ahhh akhirnya happy ending dan setelah bertahun” yonghwa dan shinhye di karunia putri 🙂
    Good job author di tunggu karya author yang lain

    Like

  32. Akhirx happy end..senang bgtt..wlaupn disetiap part sll nyesek..
    Gak bsa byngin eonni Shinhye adlh wnita yg sngt2 smpurna,,
    Feelx sll dpt, seakn2 kita dpt ngerasain sebuah pnyesalan oppa..

    Selmt ya ff y why bkln dibuat jdi buku, pdhl aq blm smpt bca, mga pas udah terbit bsa beli bukux..hee..

    Bntr lgi oppa ultah,,blm nyiapn apa2..hee..

    Sukses dan smngat trs wangbie dan eon riefa.. kmi semua sll nnggu ff kalian, fighting..!!!

    Like

Leave a comment